Stres dan Kecemasan: Musuh Nyata di Balik Kesulitan Matematika Siswa

- Jumat, 05 Desember 2025 | 08:06 WIB
Stres dan Kecemasan: Musuh Nyata di Balik Kesulitan Matematika Siswa

Matematika. Apa yang langsung kamu bayangkan saat mendengar kata itu? Bagi banyak siswa, jawabannya sederhana: tekanan.

Tak sedikit yang langsung mengernyit, merasa was-was. Pelajaran ini sering dianggap momok sulit, bikin pusing, sumber stres belaka. Sikap negatif ini muncul bahkan sebelum mereka benar-benar mencoba memahami soalnya. Nah, pertanyaannya, benarkah penolakan emosional itu yang bikin matematika terasa begitu susah?

Stres, Emosi, dan Memori yang Tumpang Tindih

Menurut penelitian neurokognitif, stres dan emosi negatif punya pengaruh nyata terhadap kinerja memori kita, khususnya working memory. Memori kerja ini ibarat RAM di otak: ia menyimpan dan mengolah informasi untuk tugas-tugas kognitif seperti memahami, menalar, dan memecahkan masalah. Perannya krusial dalam belajar matematika.

Bayangkan begini: saat siswa dilanda kecemasan atau ketakutan, beban emosional itu menyita sebagian kapasitas memori kerjanya. Alhasil, ruang yang tersisa untuk berpikir jernih dan mencerna konsep matematika jadi menyusut drastis.

Studi Van Der Ven dkk. (2023) membuktikannya. Saat kecemasan matematika (math anxiety) muncul, performa siswa mengerjakan soal langsung anjlok padahal secara intelektual, sebenarnya mereka mampu.

Belum lagi efek jangka panjangnya. Stres kronis bisa memengaruhi area otak seperti hipokampus dan korteks prefrontal, yang berperan dalam pembentukan memori jangka panjang dan kemampuan berpikir kompleks. Jadi, kalau matematika terus dipandang sebagai hal menakutkan, proses belajarnya memang bisa terganggu dari level neurokognitif.

Math Anxiety: Bukan Cuma Soal Tidak Suka

Math anxiety ini bukan sekadar rasa tidak suka. Dampaknya nyata dan merusak pemahaman konseptual serta kemampuan problem-solving.

Menurut model kognitif-emosional integratif, ketika kecemasan matematika muncul, beban pada memori kerja melonjak. Bukan karena soalnya terlalu rumit, tapi karena otak sibuk mengolah rasa cemas terlebih dahulu.

Akibatnya? Potensi matematika siswa yang sebenarnya tinggi jadi terkubur, “diambil alih” oleh emosi negatif. Stres tinggi bahkan bisa mengganggu konsolidasi memori jangka panjang.

Mengapa Banyak Siswa Kita Mengalaminya?

Lalu, kenapa fenomena ini begitu akrab di Indonesia? Beberapa faktor ini mungkin jawabannya.


Halaman:

Komentar