murianetwork.com - Saudaraku, menyimak kembali Mars Pemilu karya Mochtar Embut, membangkitkan kembali kenangan yang terkubur di bawah tumpukan sampah persoalan.
Lagu yang kerap terdengar jelang Pemilu di masa lalu itu terekam lekat di seluruh jaringan saraf dan pembuluh darah. Tersimpan dalam di jantung ingatan.Tatkala mendengarnya, seluruh bintik pori-pori mengembang tersentuh jari-jari nostalgia.
Mengenang momen-momen lugu saat partai dimaknai sebagai perpanjangan ideologi, Pemilu dihayati sebagai momen sakral, calon-calon wakil rakyat disambut sebagai nabi-nabi pembebasan.
Entah berapa Pemilu telah kulalui. Kekuasaan datang-hilang, silih berganti membuai mimpi; tetapi nasib rakyatnya tetap sama, kekal menderita.
Orang bilang, tanah kita tanah surga; kaya sumber daya, indah-permai bagai untaian zamrud khatulistiwa. Namun, di taman nirwana dunia timur ini, kelimpahan mata air kehidupan mudah berubah menjadi air mata.
Artikel Terkait
Ratih Kumala Ubah Kekesalan Politik Jadi Fabel Semut Koloni
Tiga Korban Ledakan SMAN 72 Masih Berjuang di Ruang Perawatan Intensif
Cak Imin Soroti Kunci Utama Hapus Kemiskinan Ekstrem pada 2026
Prabowo Soroti Becak Listrik di Tengah Percepatan Program Gizi