Di Gedung Nusantara V, Senayan, suara Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno terdengar jelas. Ia menekankan satu hal: transisi energi nasional tak boleh jalan di tempat. Proses ini, menurutnya, harus terus dikawal ketat jika Indonesia serius mengatasi persoalan iklim yang makin nyata. Caranya? Salah satunya dengan mempercepat lahirnya regulasi-regulasi pendukung.
Namun begitu, situasi yang dihadapi Indonesia saat ini terbilang paradoks. Eddy Soeparno melihat sebuah ironi. Di satu sisi, negeri ini dikaruniai sumber daya energi fosil dan terbarukan yang luar biasa melimpah. Tapi di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan hariannya, kita masih saja bergantung pada impor.
"Paradoks energi ini bisa kita hentikan melalui proses transisi energi di mana sumber-sumbernya ada di dalam negeri. Dengan begitu, kita bisa mengurangi ketergantungan impor dan beralih ke sumber energi yang ramah lingkungan,"
Ucap Eddy di Jakarta, Senin lalu. Pernyataan itu sekaligus menjadi penegasan arah kebijakan ke depan.
Lalu, apa langkah konkretnya? Sebagai anggota Komisi XII DPR, Eddy menempatkan pekerjaan legislasi sebagai prioritas utama dalam setahun mendatang. Agenda Prolegnas pun disiapkan. Di dalamnya, ada sejumlah RUU krusial yang menunggu untuk diselesaikan. Penyelesaian RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) jadi salah satu fokus. Tak ketinggalan, revisi UU Migas yang mengusung semangat keberlanjutan, plus UU Pengelolaan Perubahan Iklim.
Artikel Terkait
China Buka Keran Impor Baterai dan Medis, Tapi Kencangkan Ekspor Perak
MRT Jakarta Siap Mengantar hingga Dini Hari di Malam Tahun Baru
Romeny Buka Suara: Cedera Pahit di Bandung dan Luka Gagal ke Piala Dunia
Latihan Militer China di Selat Taiwan Picu Status Siaga Tertinggi