PVJ: Museum Kesenjangan dan Ritual Mingguan Kaum Numpang

- Selasa, 23 Desember 2025 | 23:06 WIB
PVJ: Museum Kesenjangan dan Ritual Mingguan Kaum Numpang

Gramedia? Itu benteng terakhir kaum intelektual yang lagi bokek. Bisa berlama-lama baca bab pertama dari berbagai buku baru, pura-pura serius mikir, dan pulang tanpa beli apa-apa. Lega.

Lalu toilet. Fungsinya ganda: jadi kapel untuk mengakui dosa finansial, sekaligus studio foto mirror selfie yang lighting-nya sempurna. Di sanalah bukti digital kita diproduksi, sebagai saksi bahwa kita pernah "nyemplung" di dunia kelas atas.

Intinya sih, ini semua adalah Konsumsi Simbolik ala PVJ. Kami nggak membeli barang. Kami membeli pengalaman. Atau lebih tepatnya, membeli pencitraan dari sebuah pengalaman.

Bandung, Mal, dan Cerita-Cerita tentang Kesenjangan

Fenomena PVJ nggak bisa dipisahkan dari konteks Bandung yang berubah. Dulu dikenal sebagai kota heritage yang sejuk, sekarang jadi kota hypermodern yang digerakkan oleh gaya hidup dan kecepatan media sosial. Ini cerita tentang bagaimana kemiskinan dan keterbatasan ekonomi dipaksa beradaptasi dengan budaya pamer.

Dalam khazanah sastra Indonesia misalnya di cerpen-cerpen Eka Kurniawan atau Seno Gumira Ajidarma sering digambarkan bagaimana kaum marginal merasa terasing di ruang-ruang modern yang mentereng.

PVJ adalah representasi fisik dari keterasingan itu. Di balik gemerlap lampu dan musik, retakan sosialnya kelihatan jelas. Kami, Kaum Numpang, dengan pakaian terbaik yang ada, berusaha menyamarkan kondisi keuangan dan berjuang agar terlihat elegan.

Jujur saja, bagi kami PVJ adalah Lembaga Pelatihan Kemunafikan terbaik se-Bandung. Kita masuk sebagai diri sendiri, keluar sudah jadi versi yang sudah difilter. Sebuah versi yang hanya diakui sah di linimasa media sosial.

Jadi, esensi PVJ sebenarnya bukan tumpukan produk bermerek. Melainkan tumpukan citra yang menumpuk. Kita pulang membawa folder foto penuh, hati mungkin sedikit kosong karena tak membeli apa-apa, tapi validasi sosial sudah diamankan.

Bandung kini jadi etalase besar untuk simulacra kemakmuran. Dan kami, Kaum Numpang, adalah aktor-aktornya yang dibayar dengan likes dan share.


Halaman:

Komentar