Angkanya cukup menggoda. Berdasarkan catatan sistem OSS, nilai investasi tahap pertama ini mencapai Rp3,8 triliun. Pabriknya dirancang punya kapasitas 50.000 unit per tahun dan bisa menyerap sekitar 1.700 tenaga kerja lokal. Skala sebesar itu dengan mudah menempatkan fasilitas di Subang ini sebagai salah satu basis produksi EV paling signifikan di kawasan Asia Tenggara.
Namun begitu, ini baru babak pertama. Pemerintah sudah menyambut baik rencana mereka untuk tahap kedua. Nilainya jauh lebih besar, sekitar 1 miliar dolar AS atau setara Rp17 triliun. Jika terealisasi, kapasitas produksi bakal melonjak drastis dari 50.000 menjadi 350.000 kendaraan per tahun. Rencananya juga termasuk pengembangan pabrik skuter listrik. Ambisi jangka panjangnya jelas: menjadikan Indonesia sebagai hub produksi VinFast untuk seluruh Asia Tenggara.
Di sisi lain, harapan pemerintah juga jelas. Kemitraan dengan industri komponen lokal harus ditingkatkan. Penggunaan produk dalam negeri jadi kunci agar manfaat investasi ini benar-benar terasa menyeluruh.
“Ke depan, Pemerintah berharap VinFast dapat terus meningkatkan penggunaan komponen lokal melalui kemitraan dengan industri dalam negeri. Ini juga investasi strategis yang mencerminkan kepercayaan Vietnam terhadap iklim investasi Indonesia,” pungkas Airlangga menutup sambutannya.
Momentumnya sudah ada. Tinggal eksekusi dan sinergi yang menentukan apakah impian menjadikan Indonesia pusat kendaraan listrik regional akan terwujud.
Artikel Terkait
Prabowo Pacu 2.500 Pusat Gizi Papua Beroperasi Penuh pada Agustus 2026
BRI Lepas Citra Desa, Bidik Nasabah Urban dengan Logo Baru
Jelajah Seru di Ibu Kota: 5 Destinasi Liburan Nataru yang Ramah Anak
PBNU Salurkan Rp1 Miliar dan Ribuan Paket Sembako untuk Korban Bencana Aceh