Menariknya, Armand mencatat bahwa Panitia Khusus DPRD DKI sebenarnya sudah mengadakan pertemuan dan mendengar masukan selama enam bulan terakhir. Namun sayang, masukan-masukan itu dinilai tak banyak diakomodasi. Bahkan, usulan untuk menghapus pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah pun tampaknya diabaikan.
Konflik ternyata juga terjadi di internal pemerintah daerah. Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian Perdagangan Pemprov DKI disebut punya pandangan yang berbeda jauh.
"Karena menurut teman-teman, misalnya di Dinas Perindustrian Perdagangan, ketika ada pelarangan kawasan tanpa rokok itu pasti berimbas terhadap teman-teman pekerja di sektor terkait. Industri hiburan, periklanan, dan segala macam. Demo masyarakat itu adalah teman-teman di Perindustrian Perdagangan, bukan Dinas Kesehatan," papar Armand.
Evan dari Ivendo punya pengalaman serupa. Mereka sudah bolak-balik berdiskusi dan memberi masukan, tapi seolah berbicara di tembok. Pasal-pasal yang dipermasalahkan tetap tak berubah.
"Artinya, peraturan ini apakah memang sengaja dipaksakan untuk ditetapkan? Atau bagaimana?" tanyanya, penuh tanda tanya.
Jadi, di balik wacana kesehatan yang mulia, tersimpan dilema yang pelik. Jakarta, seperti daerah lain, terjebak dalam upaya menyeimbangkan dua kepentingan besar yang sulit didamaikan: melindungi kesehatan publik dan menjaga nyawa perekonomian warganya. Jalan tengahnya masih samar.
Artikel Terkait
Pasar LCGC Lesu Parah, Penjualan Anjlok Hampir 31 Persen
VinFast Resmi Operasikan Pabrik di Subang, Siap Pacu Produksi hingga 350 Ribu Unit
BCA Bidik Kredit Tumbuh 10%, Tapi Uang Harus Ngebut Dulu
UMP 2026 Segera Diteken, Besaran Kenaikan Masih Jadi Misteri