Suara dentuman keras dari arah perbukitan itu jadi pertanda. Yuni Efnita, seorang ibu 40 tahun dari Nagari Salareh Aia, Agam, masih mengingatnya dengan jelas. Dia tak menyangka itu adalah awal dari bencana yang akan merenggut hampir segalanya.
“Seperti hutan itu berjalan dari atas ke bawah, setinggi tiang listrik,” ujarnya, mengenang hari naas itu, Jumat (5/12/2025).
Menurutnya, semuanya terjadi terlalu cepat. Belum sempat ada yang lari ke bukit, arus lumpur sudah datang mendahului. “Banyak korban karena semuanya tak sempat menyelamatkan diri,” katanya.
Rumah Yuni, yang biasanya ramai oleh anak-anaknya dan bocah-bocah tetangga yang bermain, tiba-tiba berubah jadi pusak malapetaka. Longsor datang menerjang, menyapu semua yang dilewati. Keluarganya terseret arus.
Anak kedua dan ketiganya berhasil mencapai puncak bukit berkat bantuan warga. Tapi situasi berbeda dengan anak pertamanya. Ia ikut terseret bersama Yuni.
“Anak saya yang pertama terseret juga. Arusnya cuma sebentar, tapi kuat sekali,” cerita Yuni, masih takjub. “Saya heran kepala saya tidak terendam, hanya badan saya ke bawah saja.”
Butuh waktu hampir dua jam baginya untuk berjuang keluar dari tumpukan material itu. Badannya sakit semua. Kaki terasa tertusuk-tusuk entah oleh apa. Di sekelilingnya, hanya ada campur aduk batu, kayu, dan lumpur.
Artikel Terkait
Pemerintah Pacu Ekonomi 8 Persen, Andriansyah: Uang Harus Bergulir, Bukan Mengendap
Astra Auto Fest 2025: Bukan Cuma Pamer Mobil, Ada Lelang hingga Cek Kesehatan Gratis
Prabowo Lepas Kontingen SEA Games: Ini Tugas Kehormatan, Bukan Sekadar Pertandingan
Pertamina Pasok 430 Ribu Barel BBM ke SPBU Swasta, Cukup hingga Akhir 2025