3 Syarat Darurat Militer Bisa Diberlakukan di Indonesia, Termasuk Aksi Demo Yang Meluas?

- Selasa, 02 September 2025 | 10:30 WIB
3 Syarat Darurat Militer Bisa Diberlakukan di Indonesia, Termasuk Aksi Demo Yang Meluas?




MURIANETWORK.COM - Isu penerapan kebijakan Darurat Militer tengah ramai diperbincangkan di tengah meluasnya aksi demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.


Kekhawatiran ini muncul seiring dengan lonjakan unjuk rasa yang memprotes kebijakan pemerintah.


Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah dapat mengambil langkah ekstrem dengan memberlakukan Darurat Militer untuk meredam gejolak sosial, yang jika diterapkan akan membatasi kebebasan sipil dan mengalihkan kekuasaan kepada militer.


Darurat militer merupakan opsi terakhir yang bisa ditempuh negara ketika situasi dianggap mengancam keutuhan bangsa, di mana pemerintah sipil tidak mampu lagi menjalankan fungsi keamanan.


Namun penerapan darurat militer akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat.


Sejumlah kebebasan sipil dapat dibatasi, mulai dari hak berkumpul, kebebasan berpendapat, hingga pergerakan masyarakat di ruang publik.


Pasalnya, TNI akan mengambil alih sebagian fungsi keamanan yang biasanya dijalankan oleh kepolisian.


Lantas, apakah benar jika aksi demo yang berkelanjutan dan meluas bisa memberlakukan kebijakan darurat militer?


Pemberlakukan Darurat Militer akibat aksi demo 


Penerapan darurat militer biasanya dilakukan saat terjadi kondisi-kondisi luar biasa yang tidak bisa diatasi dengan mekanisme hukum atau aparat sipil biasa.


Walaupun aksi demo yang meluas dan berpotensi memicu kerusuhan besar bisa menjadi salah satu pemicu, namun hal tersebut tidak serta merta menjadi satu-satunya alasan utama.


Darurat militer adalah langkah ekstrem yang hanya diambil ketika negara berada di bawah ancaman serius, seperti misalnya:



Secara historis, Darurat Militer di Indonesia pernah diterapkan dalam situasi yang jauh lebih genting daripada sekadar unjuk rasa.


Menurut sejarah Indonesia pernah memberlakukan Darurat Militer sebanyak dua kali.


Yaitu pada 1957 saat kondisi politik tidak stabil akibat ancaman pemberontakan daerah (PRRI/Permesta).


Pemberlakukan Darurat Militer itu dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.


Lalu pada 2003, pemerintah Indonesia memberlakukan darurat militer, tepatnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).


Pemberlakuan kebijakan ini menyusul meningkatnya konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).


Keputusan ini dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2003 yang ditandatangani oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri.


Adapun upaya tersebut diambil sebagai upaya untuk menstabilkan situasi keamanan di wilayah yang sejak lama dilanda ketegangan politik dan sosial.


Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penerapan darurat militer bersifat sementara dan bertujuan untuk menciptakan kondisi aman, sehingga dialog politik dan proses damai dapat dijalankan di masa mendatang.


Meskipun darurat militer efektif menekan aksi-aksi kekerasan di beberapa wilayah, langkah ini juga menimbulkan kontroversi terkait hak-hak sipil dan keamanan warga.


Syarat Darurat Militer bisa diberlakukan di Indonesi


Pemberlakuan darurat militer biasanya diputuskan oleh kepala negara atau pemerintah dengan pertimbangan keamanan nasional. 


Tujuannya adalah menjaga stabilitas, mempertahankan kedaulatan, serta mengendalikan situasi yang tidak bisa ditangani oleh mekanisme hukum atau aparat sipil biasa.


Dasar pemikiran diberlakukannya darurat militer biasanya untuk menjaga keamanan, mempertahankan keutuhan negara, serta melindungi masyarakat dari ancaman yang dianggap tidak bisa diatasi dengan mekanisme hukum dan pemerintahan biasa. 


Negara-negara di dunia memiliki aturan berbeda tentang penerapan darurat militer, tetapi prinsipnya tetap sama, yakni memberi kewenangan lebih besar kepada militer dalam mengendalikan situasi.


Dilansir dari Kompas.com, Senin (1/9/2025), di Indonesia, dasar hukum pemberlakuan Darurat Militer diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU No. 74 Tahun 1957. 


Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 dari peraturan tersebut, ada tiga syarat utama yang dapat menyebabkan diberlakukannya Darurat Militer di Indonesia, yaitu:


  • Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
  • Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.
  • Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.


Di Indonesia, yang berhak menyatakan Darurat Militer di seluruh atau sebagian wilayah Indonesia adalah Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang.


Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:


  • Menteri Pertama
  • Menteri Keamanan/Pertahanan
  • Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
  • Menteri Luar Negeri
  • Kepala Staf Angkatan Darat
  • Kepala Staf Angkatan Laut
  • Kepala Staf Angkatan Udara
  • Kepala Kepolisian Negara. 


Presiden juga dapat mengangkat Menteri/Pejabat lain selain yang tersebut di atas apabila ia memandang perlu.


Sumber: Tribun

Komentar