Momen peringatan Hari Sejarah pada 14 Desember kemarin diwarnai sebuah langkah konkret. Kementerian Kebudayaan RI memilih hari itu untuk meluncurkan secara perdana buku "Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global". Bukan sekadar acara seremonial, soft launching ini dimaksudkan sebagai penguatan kesadaran sejarah nasional sebuah upaya merawat memori kolektif bangsa yang kadang terasa mulai memudar.
Lantas, apa yang istimewa dari buku ini? Proses penyusunannya sendiri menarik. Ini sebenarnya jawaban pemerintah atas aspirasi para sejarawan yang selama ini merasa penulisan sejarah Indonesia perlu diperkaya. Sudah lama, katanya, tak ada upaya komprehensif semacam ini. Uniknya, Kemenbud memposisikan diri cuma sebagai fasilitator. Soal substansi dan metodologi penulisan, semuanya diserahkan sepenuhnya pada tim penulis dan editor. Tujuannya jelas: menjaga otonomi akademik dan objektivitas narasi yang dibangun.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan latar belakangnya.
"Penulisan buku ini untuk memperkaya wawasan masyarakat tentang perjalanan bangsa hingga masa mutakhir. Dua dekade terakhir kan banyak penelitian sejarah dan arkeologi dengan temuan baru. Nah, temuan-temuan penting itulah yang perlu dikonstruksikan kembali dalam narasi sejarah kita," ujar Fadli Zon dalam keterangannya, Minggu (14/12/2025).
Karya yang dihasilkan memang tak main-main. Buku ini disusun dalam sepuluh jilid utama, ditambah satu jilid faktaneka dan indeks. Bayangkan, proses intensif selama setahun penuh melibatkan kolaborasi 123 orang penulis, editor jilid, dan editor umum yang berasal dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-kampus. Hasil akhirnya? Sebanyak 7.958 halaman terhimpun dalam 11 jilid itu. Jelas, ini bukan buku teks biasa, tapi lebih pada narasi dinamis tentang sejarah Indonesia.
Narasi itu sendiri dibangun dengan satu prinsip utama: menempatkan Indonesia sebagai subjek. Akar peradaban bangsa ditelusuri jauh ke belakang, ribuan tahun lalu, lewat dinamika geososio-historis. Mulai dari temuan manusia purba, persebaran budaya, sampai kemampuan masyarakat Nusantara beradaptasi dan bertransformasi lewat perjumpaan dengan peradaban India, Tiongkok, Timur Tengah, hingga Barat. Pendekatan ini semacam penegasan: sejarah kita ditentukan oleh kekuatan internal bangsa sendiri.
Di sisi lain, prosesnya sendiri digambarkan sangat ketat. Restu Gunawan, Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, membeberkan bahwa penyusunan berlangsung dalam tahapan panjang sepanjang Januari hingga November 2025.
"Kami memastikan setiap tahap berjalan sesuai kaidah akademik. Dari sinkronisasi metodologi, penyuntingan substansi, diskusi publik, sampai penyelarasan bibliografi. Ini komitmen kami terhadap akurasi dan kualitas," jelas Restu.
Artikel Terkait
Para Menteri Berbondong ke Istana, Prabowo Pimpin Sidang Kabinet Perdana
Makan Bergizi Gratis Jember: Dari Piring Anak Sekolah ke Denyut Ekonomi Desa
Polri Kerahkan 146 Ribu Personel untuk Amankan Libur Natal dan Tahun Baru
Polri Petakan Puncak Arus Mudik dan Balik Nataru 2025