Hutan Sumatera Menghilang, Bencana Banjir Hanya Puncak Gunung Es

- Minggu, 14 Desember 2025 | 10:15 WIB
Hutan Sumatera Menghilang, Bencana Banjir Hanya Puncak Gunung Es

Banjir besar melanda Aceh, Sumatera Utara, atau Sumatera Barat lagi. Seperti biasa, kita langsung menyalahkan hujan yang terlalu deras, atau tanah yang sudah jenuh. Cuaca ekstrem selalu menjadi terdakwa utama, dan rasanya itu jawaban yang cukup. Tapi, apakah memang sesederhana itu?

Sebenarnya, ada penyebab yang lebih mendasar dan sering luput dari perbincangan. Penyebabnya senyap, tapi dampaknya jauh lebih luas: hilangnya hutan. Ini bukan cuma soal longsor atau banjir lokal. Deforestasi mengacaukan iklim global, merusak siklus karbon, dan bahkan memengaruhi suhu laut.

Data terbaru dari Kementerian Kehutanan RI pada 2024 cukup menohok. Deforestasi netto nasional mencapai 175.400 hektar. Fokus ke Pulau Sumatera Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, dan lainnya angkanya lebih mencengangkan lagi. Dalam rentang 2023-2024 saja, Sumatera kehilangan sekitar 222.000 hektar hutan alam.

Artinya, laju kerusakannya sangat cepat. Riau paling parah, dengan deforestasi netto sekitar 29.700 hektar di tahun 2024. Disusul Aceh (11.200 ha), Sumatera Utara (7.000 ha), dan Sumatera Barat (6.600 ha). Kawasan yang sudah rawan bencana ini justru terus kehilangan pelindung alaminya.

Lebih Dari Sekadar Pohon Tumbang: Emisi dan Pendingin yang Hilang

Hutan tropis Sumatera itu bukan sekadar pemandangan hijau. Ia adalah gudang penyimpan karbon raksasa. Saat dibabat, karbon yang tertimbun puluhan tahun dalam pohon, akar, dan tanah terlepas ke udara sebagai CO₂. Efek rumah kaca pun makin menjadi.

Kajian yang beredar menyebut, setiap hektar hutan tropis bisa menyimpan 200 hingga 300 ton karbon. Bayangkan, hilangnya ratusan ribu hektar berarti pelepasan karbon dalam skala yang luar biasa besar. Ini jelas memperburuk pemanasan global.

Namun begitu, fungsinya tak cuma menahan karbon. Hutan juga pendingin alami bumi. Lewat proses evapotranspirasi, ia menyerap panas dan menciptakan kelembapan serta sirkulasi udara lokal. Ketika hutan hilang, sistem pendingin ini pun lenyap.


Halaman:

Komentar