Memang, sekolah ini lahir dari gerakan kerakyatan. Namun begitu, konsep pendidikannya terbilang komprehensif. Sistem asrama yang terintegrasi menjadi tulang punggungnya. Di sini, anak-anak tak hanya mengejar pelajaran akademik biasa. Mereka juga dilatih keterampilan hidup, digiatkan dalam literasi, diajak belajar secara kreatif, dan tentu saja, pembinaan karakter mendapat porsi yang besar.
Mayoritas tenaga pengajarnya adalah relawan pendidikan dan para pemerhati sosial. Nuansa belajarnya pun jadi lebih inklusif dan penuh semangat. Pemerintah daerah berharap model seperti ini bisa terus berkembang, menjangkau lebih banyak anak di pelosok yang membutuhkan.
Bagi warga sekitar, kehadiran sekolah ini lebih dari sekadar bangunan. Ia adalah simbol nyata bahwa pendidikan berkualitas itu tidak harus mahal. Bahwa ia bisa diakses oleh siapa saja.
Artikel Terkait
KH Shadiqul Amin: Kepatuhan pada Rais Aam NU adalah Wujud Adab, Bukan Sekadar Formalitas
Festival Kasih Nusantara 2025: Ibadah, Barongsai, dan Kulintang Warnai Perayaan Natal di TMII
Rano Alfath Buka Suara: Aturan Baru Polri Justru Jawaban Putusan MK
Amir Hamzah Bantah Isu Perkap 10/2025 Bentuk Pembangkangan Kapolri