Di sisi lain, pidato itu tak melupakan realitas di dalam negeri. Pigai menyampaikan empatinya untuk warga Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh yang terdampak bencana. Solidaritas, katanya, adalah kunci untuk meringankan beban sesama.
“Tidak boleh ada anak bangsa yang menderita sendirian. Berat sama-sama dipikul, ringan sama-sama dijinjing,” tegasnya lagi.
Ia juga memaparkan semacam peta jalan menuju 2045. Lima tahun pertama fokus pada pemulihan, lalu akselerasi, kemudian memengaruhi kawasan, dan akhirnya tampil sebagai pemimpin global. Namun, semua itu harus berjalan dalam koridor yang benar.
“Jangan takut dan jangan pernah mundur memperjuangkan hak asasi manusia,” pesannya, “tetapi harus sesuai konsep dan aturan bernegara.”
Di penghujung acara, Pigai mengajak semua pihak untuk tak sekadar berwacana. “Mari bergerak bersama, membumikan HAM dari kata menjadi budaya,” tuturnya.
Acara hari itu sendiri dihadiri oleh sejumlah tokoh penting. Menteri Agama H. Nasaruddin Umar dan Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi hadir, bersama para wakil menteri, gubernur, bupati, hingga duta besar asing. Uniknya, komunitas ojek online dan pelajar pencinta HAM (Kopetta) juga terlihat memadati venue.
Rangkaian acaranya pun beragam. Ada doa bersama yang dibawakan perwakilan lima agama, pemberian penghargaan kepada para tokoh seperti Jimly Asshiddiqie dan Makarim Wibisono. Aktivis seperti Haris Azhar dan Hariman Siregar juga mendapat apresiasi, termasuk untuk mendiang Muhammad Imam Azis. Tak ketinggalan, momen launching Penilaian Kepatuhan HAM turut menyemarakkan peringatan hari bersejarah ini.
Artikel Terkait
Brimob Riau Bersihkan Surau dan Pondok Quran di Tengah Reruntuhan Galodo
Sopir Pengganti Program Makan Bergizi Diduga Salah Injak Gas, 20 Korban Terluka
Kapolri Turun Langsung, Tinjau Dapur Umum dan Posko Kesehatan di Pengungsian Aceh
Tito Karnavian Siagakan Daerah Hadapi Arus Libur dan Cuaca Ekstrem Nataru