Alih-alih mengejar target ujian, sekolah tersebut justru fokus pada pembelajaran yang bermakna pascabencana. Mereka mengedepankan aspek afeksi atau rasa. Peserta didik diajak untuk memahami kondisi teman-teman yang terdampak, mendiskusikan dampaknya, dan mencari tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu.
“Sekolah harusnya bisa jadi pusat pemulihan komunitas, bukan cuma tempat ujian,” ujar anggota Komisi X DPR RI itu. Ia punya usulan konkret: program “Sekolah Peduli”.
Program itu bisa diwujudkan dengan melibatkan guru dan siswa dalam kunjungan ke rumah-rumah korban, menggelar aksi sosial, atau bergotong royong membantu pemulihan fisik dan mental. Dari kegiatan semacam itulah, harap Lestari, akan tumbuh empati, solidaritas, dan nilai persatuan yang kuat hal-hal yang justru membentuk karakter peserta didik secara lebih mendalam.
Artikel Terkait
Genset PLN Tembus Medan Terjal, Listrik Kembali Menyala di RSUD Aceh Tamiang
Gelondongan Kayu di Tengah Banjir Garoga: Bareskrim Buru Perusahaan di Hulu
Jet Tempur dan Angklung: Prabowo Disambut Hangat dalam Kunjungan Bersejarah ke Pakistan
DPRD DKI Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera Lewat BK Award