"Suami saya sudah lama meninggal dunia," katanya.
Kini, sebagai kepala keluarga, ia tak punya pekerjaan tetap. Penghasilannya cuma mengandalkan tenaga menanam padi milik orang lain, dengan upah yang sangat pas-pasan.
"Penghasilan saya cuma Rp 20 ribu sehari, itu juga kalau lagi musim tanam padi," ujar Kanapiah. "Kalau enggak ya hanya bisa pasrah."
Hidupnya memang sulit. Bahkan, untuk sekadar makan pun pernah ia dan anak-anaknya kesulitan. "Kami sekeluarga pernah enggak makan juga, karena enggak ada uang buat beli beras," kenangnya.
Ia sempat berharap pada bantuan pemerintah. Tapi harapan itu seolah menguap. "Dulu pernah difoto-foto dari desa, tapi sampai sekarang tidak ada bantuan," tuturnya lirih.
Kini, setidaknya, ada secercah harapan dari tangan-tangan tetangga yang peduli. Mereka bergotong royong, menyambung nyali untuk satu keluarga yang hampir putus asa.
Artikel Terkait
Korban Tewas Banjir-Longsor Sumatera Tembus 961 Jiwa, Pencarian Tetap Digenjot
Iran Buka Sidang Mata-Mata Israel dari Eropa di Tengah Perang 12 Hari
Eksepsi Ditolak, Sidang Kasus Kericuhan Agustus Masuk Tahap Pembuktian
Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Dramaga