Isu yang memicu perdebatan ini sendiri adalah kebijakan pelepasan kawasan hutan seluas 1,6 juta hektare di era kepemimpinan Zulhas di Kementerian Kehutanan. Namun, penelusuran terhadap dokumen hukum menunjukkan sesuatu yang mungkin terlewatkan oleh banyak orang.
Ternyata, kebijakan yang tertuang dalam SK Menteri Kehutanan No. 673 dan 878 tahun 2014 itu lebih merupakan langkah administratif penataan ruang. Bukan pemberian izin baru untuk konsesi kelapa sawit seperti yang banyak diduga. Intinya, ini adalah upaya pemerintah memberikan legitimasi hukum atas revisi tata ruang Riau yang sudah lama tertunda.
Fakta hukumnya cukup jelas. Di dalam SK tersebut sama sekali tidak ada klausul yang mengizinkan perusahaan membuka hutan lindung. Kebijakan ini justru diambil untuk mengakomodasi kondisi nyata di lapangan. Banyak wilayah yang di peta lama masih tercatat sebagai 'hutan', padahal di lokasi sudah berubah menjadi permukiman dan area aktivitas warga sejak bertahun-tahun silam.
Kebijakan ini sendiri bukan muncul tiba-tiba. Pemerintah pusat kala itu merespons usulan resmi yang datang dari pemerintah daerah dan aspirasi masyarakat Riau. Tujuannya sederhana: memberi kepastian hukum untuk pembangunan wilayah.
Artikel Terkait
Kader Golkar Bogor Kumpulkan Rp 250 Juta untuk Korban Bencana Sumatera
Johan Budi Tolak Amnesti Hasto, Dukung Grasi untuk Tom Lembong dan Ira Puspadewi
Ribuan Sekop dan Cangkul Tiba di Agam, Bantuan Polda Riau untuk Percepat Pemulihan
Motis Nataru 2025 Dibuka, Simak Syarat dan Jadwal Pendaftarannya