Ia kemudian menyelipkan ungkapan dalam bahasa Jawa untuk menggambarkan kekesalannya. "Sungguh menyakitkan, Pak Menteri. Ini, sesuatu, kalau orang Jawa bilang, ngece, opo ngece? Ngejek, mengejek, perusahaan ini ngejek gitu. Baru kita kena bencana, dia lewat di depan muka kita. Ini suatu, apa ya, suatu hal yang menyakitkan dan menghina rakyat Indonesia."
Karena itulah, Titiek menolak jika respons Kementerian hanya sebatas moratorium atau penundaan izin baru. Ia menilai langkah itu tidak cukup. "Saya tidak mau, kami tidak mau hanya sekedar moratorium. Moratorium itu besok-besok bisa dihidupin lagi. Tapi dihentikan. Nggak usah ada lagi itu pohon-pohon besar yang dipotong-potong," tegasnya.
Pesan terakhirnya jelas. Ia mendesak penghentian total praktik penebangan yang merusak dan merugikan masyarakat. Titiek juga mengingatkan soal tanggung jawab mereka semua sebagai wakil rakyat.
"Sudah, cukup lah ini, jangan lagi ke depan, mau siapa kek itu di belakangnya, mau bintang-bintang kek mau apa. Kita ini mewakili rakyat Indonesia. Bapak juga ditunjuk sebagai pembantu presiden yang dipilih oleh rakyat Indonesia," imbuhnya menutup pernyataan.
Harapannya satu: kejadian memilukan seperti kayu besar hanyut terbawa banjir itu tidak terulang lagi di masa depan.
Artikel Terkait
Jembatan Bambu Vital Putus, Roda Ekonomi Warga Cariu dan Karawang Terhenti
Balita Bogor Babak Belur, Ibu Diduga Tutupi Aksi Ayah Tiri
Mendagri Tito Desak Digitalisasi Bansos: Data Bergerak, Bantuan Harus Tepat Sasaran
Menteri Perhutanan Siap Dievaluasi Usai Kritik Pedas DPR Soal Banjir Sumatera