Tangis Haru di Hutan Sumatra: Perjalanan 23 Jam untuk Menemukan Bunga yang Hilang

- Rabu, 26 November 2025 | 15:35 WIB
Tangis Haru di Hutan Sumatra: Perjalanan 23 Jam untuk Menemukan Bunga yang Hilang

"Saya mendekati bunga itu dan bilang, 'Kita tunggu satu jam lagi di sini'," katanya.

Mereka pun menunggu dengan waspada, sambil berharap bisa menyaksikan momen langka yang mungkin tak terulang seumur hidup.

Keajaiban di Bawah Sinar Bulan

Dan benar. Tak lama kemudian, di bawah cahaya rembulan, bunga itu perlahan mulai merekah.

"Sungguh tak terlukiskan," kata Dr Thorogood.

"Kami duduk di sana, menyaksikannya mekar dengan mata kepala sendiri. Pengalaman ajaib yang akan selalu melekat dalam ingatan seumur hidup."

Bagi Deki, momen itu tak kalah berkesan dari kelahiran anaknya sendiri.

"Siklus hidup Rafflesia sembilan bulan, mirip bayi dalam kandungan," ujarnya.

"Rasanya seperti melihat anak pertama saya lahir."

Ketika Universitas Oxford membagikan foto bunga itu di media sosial, muncul kritik dari beberapa pihak. Mereka menilai unggahan tersebut tidak menyebutkan peran konservasionis dan pemandu asal Indonesia yang terlibat.

"Unggahan ini kurang menghargai kolaborator Indonesia," tulis salah satu komentar.

Menanggapi hal itu, Universitas Oxford menyatakan mereka "sangat senang" dapat bekerja sama dengan rekan-rekan dari Indonesia.

"Kemitraan ini telah berjalan sejak 2022, dengan fokus pada pengembangan kapasitas dan dukungan bagi pahlawan konservasi lokal," jelas juru bicara universitas.

"Kunjungan ke lokasi Rafflesia hasseltii dilakukan dalam kerangka itu. Kami berterima kasih kepada Septian (Deki) Andriki yang bergabung dengan Chris Thorogood di lapangan, serta pemandu lokal mereka, Iswandi."

Harapan untuk Masa Depan

Deki berharap generasi mendatang masih bisa menikmati keindahan hutan tropis Sumatra seperti yang ia alami.

"Saya berharap kelak anak cucu kita masih bisa datang dan melihat hutan ini dengan segala keanekaragamannya," ucapnya.

"Untuk itu, kita perlu mendorong ekowisata yang berkelanjutan."

Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia. Ekspansi perkebunan di Sumatra sendiri telah lama mengancam kelestarian hutan tropis.

"Yang paling dikhawatirkan adalah jika hutan ini nanti berubah jadi perkebunan kelapa sawit," tandas Deki.

Dr Thorogood menambahkan, berkat kerja keras orang-orang seperti Deki dan Iswandi, kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan hujan Sumatra semakin tumbuh. Hal itu pada akhirnya memperkuat upaya pelestarian.

"Berkat para penjaga dan pengelola keanekaragaman hayati ini, masih ada harapan," kata Dr Thorogood.

"Selama masih ada hutan hujan yang subur seperti ini, dan selama masih ada orang-orang yang ingin melindunginya, masa depan tetap cerah."


Halaman:

Komentar