Serangan Israel di Beirut: Gencatan Senjata Menuju Titik Retak

- Rabu, 26 November 2025 | 10:35 WIB
Serangan Israel di Beirut: Gencatan Senjata Menuju Titik Retak

Gencatan senjata yang dirumuskan Prancis dan AS pada 27 November 2024 sebenarnya mengadopsi ketentuan utama Resolusi PBB 1701 tahun 2006. Salah satu poin kuncinya adalah keharusan Israel untuk mundur total dari Lebanon. Kenyataannya? Hingga detik ini, tentara Israel masih bercokol di lima titik.

Belum lama ini, Beirut bahkan mengajukan protes resmi ke Dewan Keamanan PBB. Mereka menuding tembok baru yang dibangun Israel menurut laporan UNIFIL melanggar Garis Biru dan memotong akses Lebanon terhadap lebih dari 4.000 meter persegi lahannya. Israel membantah, berdalih pembangunan sudah dimulai sejak 2022.

Sementara itu, Hezbollah diwajibkan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani. Mereka mengklaim sudah patuh. Tapi soal pelucutan senjata, kelompok ini punya penafsiran sendiri: kewajiban itu hanya berlaku untuk wilayah selatan Litani, bukan seluruh Lebanon. Selama Israel masih menduduki tanah Lebanon, mereka bersikukuh tak akan meletakkan senjata. Bahkan pada Agustus lalu, Hezbollah sempat mengancam akan memicu perang saudara jika pemerintah memaksa mereka dilucuti.

Di tengah situasi yang pelik ini, rencana penurunan tentara Lebanon bersama pasukan perdamaian UNIFIL ke selatan tetap berjalan. Perdana Menteri Nawaf Salam memastikan program demiliterisasi kawasan itu akan tuntas akhir bulan. "Kami butuh merekrut lebih banyak personel, memperkuat peralatan, dan tentunya menaikkan gaji tentara," paparnya.

Tapi Halabi punya pandangan berbeda. Menurutnya, akar masalah masih jauh dari penyelesaian. "Gencatan senjata ini mirip 'perdamaian ala Trump': sekumpulan poin yang dianggap sebagai kerangka besar," kritiknya. Setahun berjalan, Lebanon tidak lebih dekat ke solusi konflik. Stabilitas hanya mungkin terwujud jika negara mampu mengambil alih pertahanan nasional entah dengan memperkuat militer seperti Mesir atau melalui kesepakatan politik yang lebih luas. "Salah satu atau kedua-duanya harus berjalan. Status quo jelas bukan pilihan."

Mungkinkan Negosiasi Langsung Terjadi?

Di balik semua ketegangan, gencatan senjata setidaknya berhasil mengakhiri kevakuman politik di Lebanon dengan terpilihnya Presiden Joseph Aoun pada Januari 2025. Bulan ini, Aoun menegaskan Lebanon "tidak punya pilihan lain selain bernegosiasi." Bahasa diplomasi, katanya, jauh lebih berharga daripada bahasa perang.

Perdana Menteri Salam sependapat, berharap ada dukungan Amerika Serikat untuk membuka jalur diplomatik.

Tapi sejarah membuktikan, negosiasi langsung Lebanon–Israel selalu gagal. Secara teknis, kedua negara masih dalam keadaan perang sejak 1948. Perundingan langsung hanya terjadi sekali pada 1983, dan tidak pernah terulang lagi. Kini tekanan datang dari dua front: serangan militer Israel dan desakan diplomatik AS agar Lebanon menerima kompromi yang dulu dianggap mustahil.

Prospek ini jelas mengusik Hezbollah. Seperti diungkapkan Lina Khatib dari Chatham House, kesepakatan damai jika benar-benar terwujud akan menghapus alasan utama eksistensi kelompok tersebut: sebagai kekuatan "perlawanan".

Artikel diperbarui pada 24 November 2025. Disadur oleh Rizki Nugraha. Editor: Yuniman Farid


Halaman:

Komentar