"Profitnya ada, tapi tidak profit oriented. Mereka tetap mengusung kebutuhan sosial," jelasnya.
Untuk tahap awal, skema kerjasamanya adalah Build Operate Transfer (BOT). Pemerintah daerah menyiapkan lahannya, sementara pihak investor yang membangun dan mengoperasikan pabrik desalinasi itu.
Namun begitu, jalan menuju realisasi proyek ini masih ada hambatan. Hilmy mengakui ada beberapa hal yang perlu dibicarakan lebih lanjut, terutama soal kewenangan. Pemanfaatan wilayah laut berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bukan kabupaten.
"Karena ini laut yang digarap, bukan kewenangan kita. Itu kewenangan provinsi, jadi harus ada diskusi kelanjutan," katanya.
Belum lagi soal penentuan lahan milik pemda yang akan digunakan, yang masih dikaji. Saat ini, kebutuhan air bersih masyarakat Cirebon tercatat sekitar 100 ribu meter kubik per hari. Yang mengejutkan, kapasitas produksi yang ditawarkan investor jauh lebih besar. Mereka sanggup menyuplai hingga 4,7 juta meter kubik per hari untuk konsumsi, dan bahkan 477 juta meter kubik per hari untuk kebutuhan industri dan sektor lain. Angka yang fantastis.
Lalu, berapa nilai investasinya? Soal itu, Hilmy mengaku masih belum ada kepastian. Semuanya masih dalam tahap penghitungan.
"Belum disebutkan berapa nilainya, kita masih hitung-hitung dulu kebutuhannya berapa," ujar dia.
Artikel Terkait
Polres Meranti Tanam Mangrove dan Edukasi Pelajar dalam Aksi Green Policing
Serangan Israel di Beirut: Gencatan Senjata Menuju Titik Retak
KemenPANRB Raih Predikat Unggul dalam Ajang Kualitas Kebijakan Nasional
Mendes Yandri Tunjuk Apdesi sebagai Ujung Tombak Wujudkan Desa Tematik