Pembatasan Game Daring Seperti PUBG Mobile: Perlukah Kebijakan Berbasis Bukti?
Pasca insiden di SMA 72 Jakarta, wacana pemerintah untuk membatasi game daring bertema perang seperti PUBG Mobile memicu perdebatan seru mengenai pengaruh game pada perilaku remaja. Sejumlah pihak mempertanyakan efektivitas langkah ini.
Lukman Hakim, seorang Dosen Informatika Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), menyatakan bahwa langkah pemerintah mencerminkan niat baik untuk melindungi generasi muda. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan ini tidak diambil secara terburu-buru dan didasari emosi semata.
“Langkah ini harus dilaksanakan dengan hati-hati, berbasis bukti, dan seimbang agar tidak sekadar menjadi respons emosional, tetapi menjadi bagian dari strategi pembinaan digital yang integratif,” jelas Lukman.
Game Sebagai Pelarian Psikologis, Bukan Akar Masalah
Menurut analisisnya, game online seringkali menjadi pelarian psikologis bagi remaja yang mengalami tekanan emosional atau sosial. Menyalahkan game sebagai biang kerok justru berisiko mengabaikan masalah yang lebih mendasar, yaitu lemahnya sistem deteksi dini untuk stres, depresi, dan kekerasan sosial di lingkungan sekolah.
Lukman menegaskan bahwa pembatasan game yang hanya berdasarkan asumsi dapat terasa represif terhadap ruang ekspresi digital remaja, tanpa menyentuh akar persoalan sebenarnya. Ia mendorong pemerintah untuk fokus pada langkah-langkah konstruktif dan berkelanjutan.
Artikel Terkait
Kemenhaj Beri Kelonggaran, Korban Bencana di Tiga Provinsi Bisa Lunasi Bipih Hingga 2026
Israel Pecah Belah Dunia Islam? Pengakuan Somaliland Picu Badai Diplomasi
Surabaya Tegaskan Hukum Satu-satunya Jalan Atas Pengusiran Nenek Elina
Kiev Gelap dan Gersang di Musim Dingin, Serangan Rudal Rusia Tewaskan Satu Warga