Reza yang juga pakar psikologi forensik menyitir data yang mengejutkan: sembilan puluh persen lebih anak yang menjadi pelaku bullying ternyata juga adalah korban bullying. Fakta ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak bisa dilihat secara hitam putih.
Bullying Harus Ditangani Serius dan Multidimensi
Reza menegaskan bahwa perilaku perundungan tidak boleh lagi dipandang sebagai dinamika biasa dalam perkembangan anak. Perilaku ini harus disikapi sebagai agresi berkepanjangan yang berbahaya dan perlu dicegat sesegera mungkin.
"Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal," kata Reza.
Dalam konteks hukum, karena pelaku masih berstatus anak, maka UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) harus diterapkan. UU ini menekankan bahwa anak pelaku pidana tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan, dan negara harus membersamainya.
Pendekatan Holistik dalam Peradilan
Reza menyoroti pentingnya pendekatan holistik. Dalam persidangan kasus dimana korban bullying berubah menjadi pelaku, ia mendorong hakim untuk menerapkan Bioecological Model (BM) dan Interactive Model (IM). BM meninjau lima lingkungan kehidupan anak, sedangkan IM melihat interaksi timbal balik antara anak dan lingkungannya.
Meski pendekatan ini membutuhkan kerja keras lintas pemangku kepentingan dan bertentangan dengan asas persidangan yang "cepat, sederhana, berbiaya ringan", Reza menekankan bahwa ini penting untuk keadilan yang sesungguhnya.
Sayangnya, realitanya seringkali berbeda. "Simpulan saya, putusan hakim kerap masih menggunakan format yang sama dengan persidangan pelaku dewasa. Korban bullying yang menjadi pelaku tetap sendirian menjalani konsekuensi hukum atas 'aksi kejahatannya'," pungkas Reza Indragiri.
Artikel Terkait
Gemerlap Lampu Natal Menyulap Bundaran HI Jadi Destinasi Malam Warga Jakarta
Kapolda Lampung Turun Langsung Pantau Kesiapan Arus Mudik di Bakauheni
Gus Yahya Ungkap Upaya Islah dengan Rais Aam PBNU Belum Berjawab
Gubernur Sumsel Blusukan ke Gereja, Pastikan Natal Aman dan Kondusif