Syafrudin, warga asal Nusa Tenggara Barat (NTB), menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi infrastruktur di daerahnya. "Jalan trans nusa di Pulau Sumbawa banyak berlubang dan diperbaiki dengan cara tambal sulam," ujarnya.
Keluhan ini mencerminkan ketimpangan pembangunan infrastruktur antara Jawa dan daerah lain di Indonesia. Banyak warga yang merasa bahwa proyek-proyek besar seperti Whoosh seharusnya tidak menjadi prioritas jika mengorbankan pembangunan di daerah lain.
Kritik Terhadap Kebijakan Pembiayaan Whoosh
Masyarakat menegaskan bahwa meski mendukung program-program presiden yang baik, mereka tetap berhak mengkritik kebijakan yang dianggap tidak tepat. Wacana penggunaan APBN untuk menyelesaikan masalah Whoosh dinilai tidak adil karena hanya menguntungkan segelintir wilayah.
Argumen utama yang disampaikan adalah ketidakadilan dalam distribusi manfaat. Kereta cepat Whoosh hanya melayani rute Jakarta-Bandung, namun pembiayaannya menggunakan uang pajak dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk dari daerah-daerah yang tidak memiliki akses terhadap layanan tersebut.
Protes ini menunjukkan semakin kuatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keadilan dalam alokasi anggaran negara. Masyarakat menginginkan pembangunan yang inklusif dan merata, bukan hanya terpusat di Pulau Jawa.
Artikel Terkait
Desentralisasi Ketahanan Pangan: Solusi Atasi Kesenjangan & Raih Kemandirian Pangan
8 Tersangka Pencemaran Nama Baik Jokowi: Roy Suryo, dr. Tifa, dan Eggi Sudjana Dijerat Polisi
Kontroversi Utang Whoosh Rp 116 Triliun: Prabowo Pasang Badan, APBN Dikorbankan?
Residivis Pencuri di Pontianak Selatan Ditangkap, Modus Bobol Atap Rugikan Korban Rp 38,9 Juta