"Jangan tanam singkong, miskin sudah. Harus ganti komoditas, karena singkong harus ada pabrik pengolahnya. Harga Rp500 per kilo pasti membuat petani bangkrut. Harga singkong yang paling murah seharusnya Rp1.200-Rp1.300 per kilo, dan itu pun belum untung banyak," tegas Zulhas.
Ia menekankan bahwa tanpa dukungan industri tapioka atau pabrik pengolahan, petani singkong akan terus merugi karena pasar untuk komoditas ini sangat terbatas.
Alternatif Komoditas Pengganti Singkong
Zulhas menambahkan, petani sebaiknya beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan. "Kalau tidak ada industri tapioka, lebih baik menanam jagung karena pemerintah pasti membelinya," sarannya.
Harapan Petani untuk Masa Depan
Setelah forum tersebut, Eriyanto mengakui bahwa mengganti komoditas pertanian bukanlah hal yang mudah, terutama karena ia harus menyesuaikan dengan musim penghujan. Ia berharap pemerintah dapat memberikan pendampingan dalam tata kelola pertanian agar petani bisa lebih adaptif.
"Harapannya, untuk beralih ke tanaman lain, harus ada pendidikan pertanian bagi petani di Gunungkidul agar petani kita bisa lebih modern," kata Eriyanto. "Masalah utamanya adalah pengairan, karena tanaman di sini hanya mengandalkan air hujan," pungkasnya.
Artikel Terkait
Wamen Ribka Haluk Soroti Tata Kelola Otsus Papua: Jangan Sampai Ada SiLPA Membengkak
Sjafrie Sjamsoeddin Ingatkan Kepala Desa: Jangan Korupsi, Lawan Penyimpangan!
Rp268 Miliar Bantuan Presiden Telah Tuntas Disalurkan ke Wilayah Bencana Sumatera
Wamen Sosial Serukan Solidaritas di Magelang, Tegaskan Bantuan Tak Harus Selalu Materi