Konflik utama dalam street photography terletak pada benturan antara etika dan seni. Fotografer sering berpegang pada hak kebebasan berekspresi di ruang publik, sementara subjek memiliki hak atas citra diri dan privasi. Pelanggaran etika ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental subjek, terutama jika foto menampilkan mereka dalam kondisi rentan atau tidak pantas.
Dampak Serius pada Kesehatan Mental
Ketika foto yang diambil menampilkan subjek dalam konteks yang dapat menimbulkan stigma - seperti kemiskinan, kesedihan, atau kondisi mental tertentu - dan foto tersebut menjadi viral, dampaknya terhadap kesehatan mental bisa sangat serius. Subjek kehilangan kontrol atas narasi hidup mereka sendiri, dan citra diri mereka tereduksi hanya pada satu momen yang terekam kamera.
Solusi dan Praktik Etis dalam Street Photography
Banyak subjek sebenarnya tidak keberatan difoto asalkan ada pengakuan, rasa hormat, atau interaksi positif setelah pengambilan gambar. Anggukan, senyuman, atau tawaran untuk melihat hasil foto dapat mengubah pengalaman negatif menjadi positif. Fotografer disarankan untuk mengembangkan empati dengan bertanya pada diri sendiri: "Apakah saya akan merasa nyaman di posisi mereka?" atau "Apakah foto ini menambah martabat subjek?"
Praktik etis seperti berdialog dengan subjek, meminta izin, atau bahkan menghapus foto jika diperlukan harus diutamakan untuk menjaga keseimbangan antara seni, privasi, dan kesehatan mental di ruang publik.
Artikel Terkait
Waspada Gelombang Tinggi 4 Meter di Lampung 3-6 November 2025, BMKG Beri Imbauan!
Gus Ipul Buka Suara Soal Penolakan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Ini Alasannya
Prosesi Pemakaman Raja Keraton Surakarta PB XIII: Jenazah Tiba di Sasono Putro
Syakirah dari Kalbar Juara Miss Teenager Indonesia 2025, Raih 4 Gelar Sekaligus!