Catatan Kritis YLBHI: Benarkah Pemerintahan Prabowo-Gibran Menuju Militeristik dan Otoritarian?

- Senin, 20 Oktober 2025 | 20:25 WIB
Catatan Kritis YLBHI: Benarkah Pemerintahan Prabowo-Gibran Menuju Militeristik dan Otoritarian?

4. Pembungkaman Suara dan Perlawanan Agustus

Demonstrasi Agustus 2025 yang bermula dari protes kenaikan PBB di Pati menyebar ke ratusan titik. Hingga kini, 997 orang ditetapkan sebagai tersangka dari 5.444 orang yang ditangkap. YLBHI mencatat lebih dari 1.000 orang luka-luka dalam aksi tersebut.

5. Impunitas yang Tak Tersentuh

Sehari setelah pelantikan kabinet, Menteri Koordinator Hukum dan HAM membuat pernyataan yang dianggap melanggengkan impunitas dengan tidak mengakui pelanggaran HAM berat masa lalu. Mandeknya penyelesaian kasus-kasus lama beriringan dengan korupsi di tubuh Mahkamah Agung.

6. TNI dan Penyimpangan Mandat Reformasi

Revisi UU TNI membuka pintu lebar bagi perluasan peran TNI dalam ranah sipil. TNI Angkatan Darat berencana membentuk 100 Batalyon Teritorial Pembangunan pada 2025, menargetkan satu batalyon per kabupaten/kota pada 2029. Mereka tak hanya memegang senjata, tetapi juga terlibat langsung dalam program Food Estate, MBG, dan bisnis.

7. Papua yang Terluka dan Terlupakan

Otonomi Khusus di Papua justru menjadi "karpet merah" bagi eksploitasi sumber daya alam melalui PSN. YLBHI mendata 34 batalyon non-organik dikirim ke Papua, dengan 29 di antaranya dari angkatan darat. Operasi Satgas Habema di Kabupaten Puncak Jaya pada Agustus 2025 melukai tiga anak, sementara penembakan terhadap belasan masyarakat sipil terjadi di Intan Jaya.

Kesimpulan: Sebuah Peringatan untuk Demokrasi Indonesia

Tujuh pilar ini menunjukkan pergeseran sistemik dalam pemerintahan. Respon terhadap gejolak sosial dilakukan dengan represi, sementara anggaran dialokasikan untuk proyek ambisius dan pemerintahan yang gemuk. Laporan YLBHI menjadi peringatan penting tentang arah demokrasi Indonesia setelah satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran.


Halaman:

Komentar