Antara Mundur atau Bertahan: 'Jalan Sunyi Skandal Ijazah Wapres Gibran'
Skandal ijazah Wapres Gibran mengguncang politik, memicu kritik keras, dan menantang integritas demokrasi Indonesia.
Nama Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), kini terjerat dalam pusaran kontroversi yang kian memanas.
Tuduhan terkait dugaan pemalsuan ijazah S1 membuat publik terperangah.
Bukan sekadar persoalan administratif, isu ini telah berkembang menjadi percakapan nasional yang menyentuh ranah moral, politik, dan bahkan stabilitas sosial.
Suara Keras dari Din Syamsuddin
Prof. Din Syamsuddin, tokoh nasional sekaligus mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, menyuarakan keprihatinan mendalam.
Ia mendesak Gibran untuk mempertimbangkan mundur dari jabatan wakil presiden demi menghindari potensi kerusuhan nasional.
Menurutnya, masalah ijazah bukan sekadar polemik personal, melainkan ancaman serius bagi legitimasi pemerintahan.
Skandal Ijazah: Luka di Jantung Demokrasi
Demokrasi berdiri di atas kepercayaan publik. Setiap tanda tanya tentang keaslian dokumen pendidikan pejabat negara meruntuhkan fondasi kepercayaan itu.
Skandal ini membuka luka lama: betapa rapuhnya sistem verifikasi data, sekaligus betapa mudahnya masyarakat kehilangan keyakinan pada institusi yang semestinya menjunjung tinggi transparansi.
Antara Etika dan Kekuasaan
Pertanyaan mendasar kini mengemuka: apakah kekuasaan lebih berharga daripada etika?
Kritik terhadap Gibran tak hanya menyangkut dirinya pribadi, tetapi juga menyentuh ranah moralitas politik bangsa.
Dalam tradisi demokrasi yang sehat, integritas pemimpin bukanlah pilihan, melainkan keharusan.
Jalan Keluar yang Bermartabat
Kontroversi ini menuntut penyelesaian bijak. Mundur mungkin dianggap jalan pahit, tetapi bisa menjadi pilihan terhormat untuk meredam potensi konflik.
Sebaliknya, bertahan tanpa klarifikasi yang tuntas hanya akan memperpanjang luka kepercayaan rakyat.
Sejarah yang Menunggu Jawaban
Sejarah Indonesia tengah menanti jawaban: apakah bangsa ini akan membiarkan krisis integritas meluas, ataukah mengambil langkah berani demi menyelamatkan demokrasi?
Dalam ketegangan antara kebenaran dan kekuasaan, pilihan yang diambil Gibran akan tercatat, bukan hanya di lembaran politik, tetapi juga dalam hati rakyat. ***
Artikel Terkait
MBG Program Mulia, tapi Dilaksanakan Amburadul
Pedas! Blak-blakan di Depan Mahfud MD, Rocky Gerung Sebut Prabowo Ngaco, Mengapa?
Ijazah Gibran Diragukan, Pakar Pendidikan Internasional Bongkar Fakta Mengejutkan!
Stop Politisasi Polri! Susno Duadji Desak Presiden Ambil Alih Wewenang DPR dalam Pemilihan Kapolri