Pendakwah kondang Ustadz Abdul Somad (UAS) kembali menjadi sorotan publik
setelah mengunggah sebuah tulisan berbentuk puisi berjudul "AMUK" di akun
Instagram resminya, @ustadzabdulsomad_official.
Puisi tersebut dengan cepat viral dan memicu beragam reaksi karena isinya
yang sarat dengan kritik tajam terhadap kondisi sosial politik di Indonesia.
Tak hanya menyentil janji-janji pemerintah yang tak kunjung terealisasi,
puisi "AMUK" juga secara eksplisit menyeret nama tiga tokoh publik yang kini
duduk di parlemen: Uya Kuya, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni.
Melalui bait-bait yang lugas dan metafora yang menusuk, UAS menyuarakan
kekecewaan masyarakat yang telah lama terpendam. Ia menggambarkan kemarahan
publik yang terakumulasi bak "ikan buntal" yang siap meledak.
"Kemarahan yang mengkristal. Terus menggumpal. Seperti ikan buntal. Pecah
terpental. Berakibat fatal," tulis UAS dalam salah satu baitnya.
Sorotan utama dari puisi ini adalah penyebutan tiga nama politisi dan figur
publik. "Uya, Eko dan Sahroni hanya lagi sial. Hari sial yang tak punya
tanggal," lanjut tulisan itu.
Penyebutan ini sontak menjadi perbincangan hangat, mengaitkan puisi tersebut
dengan situasi politik terkini yang melibatkan ketiganya.
Dalam unggahannya, UAS menyertakan foto yang menunjukkan kerumunan massa,
yang oleh beberapa media diidentifikasi sebagai momen saat kediaman Ahmad
Sahroni digeruduk massa beberapa waktu lalu.
Hal ini seakan memperkuat konteks kritik yang ingin disampaikan UAS.
Sentilan Keras Janji Pemerintah dan Isu Tiga Periode
Puisi "AMUK" tak berhenti di situ. UAS dengan gamblang mengkritik sejumlah
janji pemerintah yang dianggapnya hanya pemanis di masa kampanye.
Mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disebut memanjakan, hingga
janji mobil Esemka dan 19 juta lapangan kerja yang tak kunjung tiba.
"Masyarakat sudah lama kecewa. Mereka dimiskinkan tapi tidak gila.
Dimanjakan BLT tiap pilpres dan pilkada. Janji-janji semata. Esemka tak
kunjung tiba," tulis UAS.
Isu sensitif mengenai wacana perpanjangan masa jabatan presiden juga tak
luput dari sindiran pedasnya. UAS menuding adanya nafsu politik untuk
melanggengkan kekuasaan, bahkan dengan mengorbankan konstitusi demi
kepentingan keluarga.
"Katanya tak ada nafsu politika. Nyatanya mintak periode ketiga. Konstitusi
diperkosa. Demi anak menantu berkuasa," demikian bunyi salah satu bait
paling tajam dalam puisi tersebut.
UAS juga menyoroti berbagai persoalan lain yang membuat publik muak, mulai
dari isu ijazah palsu, peran buzzer yang meresahkan, hingga beban pajak yang
dianggap terlalu banyak. Ia menyuarakan aspirasi rakyat kecil yang
sesungguhnya sederhana.
"Masyarakat tidak minta banyak. Beri jalan yang layak. Anak sekolah murah
dan enak. Tamat sekolah kerja tampak. Kalau sakit berobat tak tebayak.
Jangan terlalu banyak pajak. Buzzer jangan diternak," tulisnya.
Di akhir puisinya, UAS memberikan peringatan keras bahwa kesabaran rakyat
ada batasnya. Menurutnya, orang yang lapar tidak bisa hanya diberi nasihat
untuk bersabar, karena bisa berujung pada tindakan yang lebih nekat.
"Orang lapar. Jangan disuruh sabar. Bisa makin sangar. Menjarah dan
membakar," tutup puisi tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, unggahan puisi "AMUK" telah dibanjiri ribuan
komentar dari warganet, memicu diskusi luas mengenai kondisi pemerintahan
dan arah bangsa.
Puisi ini menjadi salah satu bentuk kritik sosial dan politik yang kuat, menggunakan sastra sebagai medium untuk menyuarakan kegelisahan publik.
Berikut puisi yang dibuar UAS:
AMUK
Oleh : UAS
Mengamuk seperti nyamuk
Ramai berdengung dan menusuk
Pernah membunuh namrudz terkutuk
400 tahun berkuasa di pucuk
Tumbang jatuh terkulai membusuk
Seperti batang kayu lapuk
Nampak kokoh padahal remuk
Kemarahan yang mengkristal
Terus menggumpal
Seperti ikan buntal
Pecah terpental
Berakibat fatal
Uya, Eko dan Sahroni hanya lagi sial
Hari sial yang tak punya tanggal
Masyarakat sudah lama kecewa
Mereka dimiskinkan tapi tidak gila
Dimanjakan BLT tiap pilpres dan pilkada
Janji-janji semata
Esemka tak kunjung tiba
Investor katanya antri ternyata tak ada
Katanya tak ada nafsu politika
Nyatanya mintak periode ketiga
Konstitusi diperkosa
Demi anak menantu berkuasa
Janji dan bohong semakin nyata
19 juta lapangan kerja
Tak kunjung tiba
Luka semakin menganga
Bertambah sakit kepala
Dari ijazah palsu sampai fufufafa
Jenuh, muak, bosan, nyaris putus asa
Masyarakat tidak minta banyak
Beri jalan yang layak
Anak sekolah murah dan enak
Tamat sekolah kerja tampak
Kalau sakit berobat tak tebayak
Jangan terlalu banyak pajak
Buzzer jangan diternak
Orang lapar
Jangan disuruh sabar
Bisa makin sangar
Menjarah dan membakar
Berikan solusi segar bukan kelakar
Tunjuk ajar supaya pintar
Agar hidup menjadi benar
Sumber:
suara
Foto: Ustadz Abdul Somad membuat puisi yang penuh makna. [Instagram]
Artikel Terkait
Remaja Pamer Jam Rp11,7 M Hasil Jarahan Rumah Ahmad Sahroni, Kini Terancam Keciduk
Akan Ada Demo Besar-besaran di Yogyakarta, Mal Malioboro Tutup Hari Ini
Kena Skakmat! Ditanya Ijazah Nilai 6, Pengakuan Blak-blakan Sahroni Bikin Heboh
Yaqut Cholil Qoumas Kembali Diperiksa KPK