Bangga Dengan Ketololan: Negeri Yang Membiakkan IP 2 dan Phobia Buku

- Jumat, 18 Juli 2025 | 21:55 WIB
Bangga Dengan Ketololan: Negeri Yang Membiakkan IP 2 dan Phobia Buku


Bahkan mungkin, di negeri ini, itu adalah syaratnya. 


Tentu saja, jika Anda terlalu pintar, terlalu jujur, dan terlalu banyak membaca, maka Anda justru dicurigai sebagai musuh negara. 


Anda akan dianggap terlalu kritis, terlalu cerewet, terlalu berbahaya bagi sistem yang nyaman dengan kebodohan.


Saya jadi bertanya-tanya, mengapa kita sampai pada titik ini? Jawabannya sederhana: karena kita mengagungkan bentuk di atas isi. 


Karena kita lebih sibuk mengecat tembok istana daripada memperbaiki isi kepala penghuninya. 


Karena kita lebih kagum pada foto-foto pembangunan IKN daripada membaca laporan BPK soal korupsi di dalamnya. 


Karena kita lebih percaya pada narasi TikTok daripada membaca dokumen negara. Karena kita lebih doyan pencitraan daripada pencerdasan.


Bangsa ini sedang sakit. Dan yang paling menyedihkan, yang sakit bukan hanya elite-nya. 


Rakyatnya pun mulai tertular, mulai ikut-ikutan menganggap bodoh itu keren, anti-intelektualisme itu gaul, dan tidak suka membaca itu jujur. 


Mereka berkata, “Yang penting kerja nyata.” 


Padahal, kerja nyata tanpa pikiran itu bukan kerja, tapi hanya gerak tubuh yang dungu. 


Buruh pun berpikir. Petani pun berpikir. Tapi pemimpin kita tidak?


Saya ingin bertanya kepada bangsa ini: mau dibawa ke mana negeri ini jika para pemimpinnya bangga dengan kebodohan dan rakyatnya bersorak menepuk tangan? 


Mau sampai kapan kita terus menepuk dada sambil menengok ke belakang, mengenang kejayaan masa lalu, sementara hari ini kita sibuk menormalisasi kebodohan?


Maka, saya tutup dengan ironi pahit: Kita hidup di zaman ketika membaca dianggap keanehan, berpikir dianggap ancaman, dan kebodohan dianggap keberanian.


Selamat datang di republik ketololan—di mana IP 1,9 adalah prestasi, dan buku hanyalah hiasan di rak IKEA. ***


Sumber: FusilatNews


Halaman:

Komentar