Dia juga meyakini mantan Wamendes PDTT Paiman Raharjo berada di balik pembuatan ijazah palsu Jokowi.
“Saya dapat informasi dari teman-teman Pasar Pramuka bahwa di situ ada Paiman, relawan Sedulur Jokowi, yang kemudian mendapat jabatan wamen,” ujarnya.
“Begitu saya angkat masalah ini, begitu kelabakannya Paiman,” pungkasnya.
Lalu, dia menyindir Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah aslinya sehingga kasusnya berlarut-larut.
Padahal, menurut Sri Radjasa, kasus ijazah itu bisa cepat selesai jika Jokowi bersedia menunjukkan ijazahnya.
Mengenai kapan pembuatan ijazah Jokowi yang diduga palsu itu, Radjasa menduga ijazah itu dibuat pada tahun 2012 atau 2014.
[VIDEO]
Peringatkan Silfester Matutina yang Menyerang Mayjen TNI (Purn) Soenarko
Amarah Kolonel TNI (Purn) Sri Radjasa Chandra juga memuncak terkait ucapan nyelikit relawan Jokowi, Silfester Matutina, terhadap Mayjen TNI (Purn) Soenarko murka.
Ia menegaskan pernyataan Silfester yang tak berdasar itu justru hanya membuat kegaduhan.
Meskipun, Radjasa maklum bahwa Silfester menyerang Soenarko karena relawan Jokowi itu merupakan salah satu termul atau ternak Mulyono.
Radjasa pun menyebut Silfester Matutina hanya mengarang soal tuduhan makar yang dilakukan Soenarko.
Menurut dia, tuduhan tersebut merupakan upaya kriminalisasi terhadap Soenarko. Pernyataan Silfester pun tidak berdasar.
"Jadi salah besar ketika Silfester mengatakan Pak Narko ditangkap karena makar, enggak ada itu ngarang. Saya pikir itu satu pernyataan yang tidak mengedepankan fakta. Biasa kalau termul (ternak Mulyono) itu kan begitu," katanya seperti dikutip dari Hersubeno Point di YouTube pada Kamis (10/7/2025).
Radjasa juga membantah pernyataan Silfester yang menyebut Soenarko terlibat kasus makar pada tahun 2019.
Ia memberikan klarifikasi bahwa Soenarko, kala itu, menyuarakan keadilan terhadap pemerintahan Jokowi yang tidak pro rakyat.
Video Soenarko yang kala itu mengkritik keras pemerintahan Jokowi dan terkesan mengancam negara tersebar.
Saat itu Soenarko menyampaikan kepada orang-orang untuk mengepung Istana Negara.
"Nah, ini dijadikan satu dalil untuk menuntut Pak Narko melakukan makar," katanya.
Padahal, kata Sri Radjasa, pernyataan itu hanya lah kritikan terhadap pemerintahan Jokowi dan tidak ada hubungannya dengan perkara pilpres atau kepentingan partai politik tertentu.
Radjasa menjelaskan memang sudah tipikal Soenarko dalam berbicara terkesan keras.
"Tipikal Pak Narko memang ngomong seperti itu, gaya Pak Narko ngomong seperti itu jadi kalau dituduh makar aneh," jelasnya.
Bersamaan dengan kasus makar, Soenarko juga dituduh menyelundupkan senjata.
Padahal senjata itu didapat setelah perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Indonesia di Helsinki, Finlandia yang kala itu Soenarko menjabat sebagai Pangdam Iskandar Muda.
Menurut Sri Radja, tiga senjata yang diberikan oleh GAM itu sudah tidak layak pakai. Tiga senjata itu yakni, dua jenis senjata AK-47 dan satu M16 A1.
"Saya masih di Kodam bagian pengamanan waktu itu, temuan (tiga senjata) itu saya serahkan kepada Pangdam (Soenarko)," katanya.
Pada tahun 2018, Soenarko meminta Sri Radja untuk mengirimkan senjata M16 A1 ke Jakarta untuk disimpan di Museum Kopassus.
"Kemudian dikirimlah senjata itu melalui prosedur yang resmi AVSEC (Bagian pengamanan) bandara sana (Aceh) tahu, AVSEC garuda di Cengkareng juga, terus di mana (tuduhan) diselundupinnya? Ini kan ada rekayasa, jadi Pak Narko sendiri tidak tahu ada kiriman senjata itu," katanya.
"Nah dikirimnya dibilang selundupan, kalau selundupan kan dirahasiakan ini kan diketahui aparat keamanan bandara, di sini pun diketahui sebelum dikirim," tambahnya.
Maka, kata Sri Radja, menjadi sempurna lah skenario untuk menangkap Soenarko.
Pertama dituduh makar selanjutnya dituduh mengirim senjata selundupan.
"Nah mulai lah Pak Narko ada tuntutan hukum," katanya.
[VIDEO]
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Geng Solo Masih Berkeliaran? Ini Tantangan Terberat Prabowo di Tahun Pertama!
Prabowo Disebut Tak Semanis Jokowi, Benarkah Popularitasnya Lebih Tulus?
DPR Sindir Babe Haikal: Ancam Legalkan Produk Non-Halal, Kebijakan Ngawur atau Langkah Berani?
BRIN Ungkap Cadangan Air di IKN Cuma 0,5%, Masih Yakin Pindah Ibu Kota?