Dasco Bertemu Megawati dan Puan, Pengamat: Kemungkinan Merespon Surat Purnawirawan Prajurit TNI Soal Pemakzulan Gibran

- Jumat, 06 Juni 2025 | 08:40 WIB
Dasco Bertemu Megawati dan Puan, Pengamat: Kemungkinan Merespon Surat Purnawirawan Prajurit TNI Soal Pemakzulan Gibran


Langit politik Indonesia kembali mendung. Bukan karena perbedaan pandangan ideologis antar partai, melainkan akibat sinyal-sinyal pergeseran kekuasaan dan tekanan dari kekuatan non-parlemen: para purnawirawan prajurit TNI. Di tengah ketegangan tersebut, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad melakukan langkah yang bisa disebut sebagai operasi senyap politik.

Didampingi Prasetyo Hadi, Dasco bertemu langsung dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, serta Ketua DPP PDIP Puan Maharani, di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan ini bukan pertemuan biasa. Waktunya strategis, tempatnya simbolis, dan isi pembicaraan diduga sangat politis.

Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah kepada redaksi menyampaikan bahwa pertemuan ini kemungkinan besar merupakan bentuk respon dari Partai Gerindra—secara khusus Dasco—terhadap surat terbuka dari para purnawirawan TNI. Surat itu menyerukan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan alasan dugaan pelanggaran etika dan konstitusi dalam proses pencalonannya.

“Surat dari para purnawirawan tidak bisa dianggap remeh. Ini bukan sekadar ekspresi keresahan, tapi bentuk tekanan dari kekuatan moral dan historis militer Indonesia terhadap legitimasi politik saat ini,” ujar Amir kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).

Bertemunya Dasco dengan Megawati dan Puan, lanjut Amir, adalah upaya untuk membuka jalur komunikasi langsung sembari menyampaikan pesan: bahwa stabilitas politik nasional hanya bisa dijaga jika ada kanal dialog terbuka antara kekuasaan dan kekuatan nasionalis.

Lebih dari itu, pertemuan tersebut juga disebut sebagai bagian dari negosiasi politik besar: kemungkinan bergabungnya PDI Perjuangan dalam pemerintahan Prabowo Subianto. Sinyal-sinyal itu telah mulai terlihat sejak beberapa waktu lalu, terutama saat sejumlah menteri dari partai non-koalisi seperti PDIP masih aktif menjalankan tugas, meskipun berada di luar lingkaran koalisi inti Prabowo-Gibran.

“Ini bukan sekadar menyambut PDIP, tapi mengatur ulang komposisi kekuasaan pasca-pemilu. Termasuk evaluasi terhadap menteri-menteri yang merangkap jabatan dan menjadi hambatan dalam menjalankan roda pemerintahan secara efektif,” kata sumber internal dari salah satu partai koalisi.

Dasco, dalam konteks ini, memegang peran penting sebagai negosiator utama. Ia bukan hanya tangan kanan Prabowo dalam eksekusi strategi parlemen, tetapi juga menjadi figur sentral dalam menstabilkan suhu politik dari balik layar.

Langkah ini jelas bukan tanpa risiko. Di satu sisi, Dasco harus meyakinkan internal Gerindra dan Prabowo bahwa membuka ruang untuk PDIP bukanlah tanda kelemahan, tapi strategi stabilisasi. Di sisi lain, ia harus meredam tekanan dari surat para purnawirawan yang mulai menggema ke ruang publik dan ruang parlemen.

“Ini high-risk political maneuver. Dasco harus mengelola dua tekanan sekaligus—dari luar (purnawirawan TNI) dan dari dalam (koalisi dan partainya sendiri). Bila gagal, bisa menciptakan friksi baru, baik dengan mitra koalisi seperti Golkar maupun dengan kelompok civil society yang pro-penegakan etika konstitusi,” ujar Amir Hamzah.

Menurutnya, jika Dasco mampu menuntaskan negosiasi ini dan mengantar PDIP ke dalam pemerintahan, maka ia tidak hanya menjadi figur kuat di belakang Prabowo, tetapi juga tokoh kunci dalam masa transisi politik nasional pasca-Gibran.

Perlu dicermati bahwa surat dari purnawirawan TNI yang menyerukan pemakzulan Gibran bukan hanya menyangkut legalitas, tetapi juga etika dan kekecewaan terhadap kondisi demokrasi. Dalam politik Indonesia, tekanan semacam ini seringkali digunakan untuk membuka kanal negosiasi.

“Apakah pemakzulan akan terjadi? Mungkin tidak. Tapi tekanan ini bisa digunakan sebagai bargaining chip. Surat tersebut menjadi amunisi politik dalam skenario pembagian kekuasaan,” ucap sumber dari lingkungan Istana.

Bila PDIP benar-benar masuk dalam pemerintahan, maka koalisi besar yang dulu terbentuk saat Pilpres bisa menjadi koalisi super besar di pemerintahan. Ini membuka potensi reshuffle kabinet dengan memasukkan figur-figur PDIP yang loyal kepada Megawati.

Namun, hal ini juga memunculkan risiko dominasi politik yang terlalu besar di satu poros kekuasaan, mengancam check and balance serta menghilangkan oposisi yang efektif.

Sufmi Dasco Ahmad kini berada dalam salah satu momen paling menentukan dalam karier politiknya. Bukan hanya soal jabatan atau pengaruh, tetapi tentang bagaimana ia bisa menavigasi tekanan elite, menjaga kestabilan pemerintahan Prabowo-Gibran, dan menjembatani kekuatan nasionalis seperti PDIP agar tetap dalam orbit negara, bukan menjadi oposisi keras yang bisa memantik turbulensi.

Foto: Amir Hamzah (IST)

Komentar