Moralitas dalam Selembar Ijazah

- Jumat, 30 Mei 2025 | 22:00 WIB
Moralitas dalam Selembar Ijazah

Prinsip-prinsip kejujuran, kebenaran dan keadilan berangsur-angsur menjadi absurd. Semakin sulit menemukan ‘value’ dan ‘wisdom’ pada pikiran dan tindakan seseorang meski dalam dirinya bertaburan kemewahan intelektual. Intelektual pelacur, intelektual penjahat dan intelektual munafik kini menggejala dan menjadi wabah pandemi yang menyerang kaum terdidik.


Dalam situasi dan kondisi melemahnya posisi penggunaan akal dan nurani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya kaum terdidik menjadi “avant garde” dalam memobilisasi pikiran2 pembebasan dan tindakan-tindakan pencerahan yang bisa membangkitkan kesadaran yang bertujuan menghidupkan manusia yang memanusiakan.


Ruang publik baik dalam jangkauan sistem sistem sosial maupun ranah pribadi, sudah menjadi keharusan mampu menyelenggarakan kehidupan yang selaras, harmonis dan berkeadaban dari legacy pendidikan. Mewujudkan kehidupan yang universal tanpa eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa, sesungguhnya bisa lahir dari proses dan tujuan pendidikan. Sikap simpati, empati dan peduli terhadap sesama dan lingkungan hidup, akan terus memancar dari cahaya pendidikan yang tanpa batas dan belenggu feodalisme dan kapitalisme.


Ijazah dan Kehormatan Seseorang


Ijazah asli atau palsu, bukan hanya sekedar soal legalitas dan legitimasi sosial. Pengakuan terhadap eksistensi proses mengenyam pendidikan itu, harus dilihat sebagai satu kehormatan pada tiap individu yang bernilai dan begitu berharga mengemban tugas kemanusiaan. Terlebih ijazah yang dimiliki oleh seorang pemimpin, maka tugas dan konsekuensinya pastilah jauh lebih besar dan mulia.


Ijazah pendidikan juga menjadi refleksi dan cermin dari ahliak sekaligus kesolehan sosial bagi siapapun yang menyandangnya.


Bukan sekedar angka atau bilangan yang menandai kelulusannya.


Ijazah pendidikan yang dimiliki seseorang juga dapat dimaknai sebagai suatu surat perintah kerja (SPK) atau instruksi agar dapat dan sesegera mungkin menyerukan dan menegakan “amar ma’ruf nahi munkar”.


Kaum terdidik seyogyanya menjadi barisan intelektual pejuang dan pejuang intelektual. Ada pesan suci yang tersembunyi dalam ijazah seseorang agar bisa mengejawantahkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan bagi semua tanpa sekat-sekat sosial apapun, dimanapun dan kapanpun berada dan bertumbuh.


Akhirnya, semua orang dituntut untuk memaknai dan melaksanakan apa yang menjadi amanat pendidikan itu. Pendidikan yang pada dasarnya harus bisa menghidupkan manusia dengan akal dan pikiran yang sehat, dengan hati dan nurani yang kuat dan bijak.


Pendidikan yang sebenarnya harus menjadi sarana pembebasan dari hawa nafsu dan keserakahan pada diri seseorang, kelompok atau golongannya sendiri. Bukan pendidikan yang hanya bertujuan untuk memburu kekayaan dan jabatan serta kekuasaan yang menindas.


Begitulah fundamental pendidikan didesain dan dibangun, ada misi suci yang diembannya. Bagi kalangan terdidik dan para intelektual, segerakah menginsyafi bahwasanya ada moralitas dalam selembar ijazah yang diperjuangkan bertahun-tahun itu.


Bekasi Kota Patriot.

29 Dzul’qaidah 1446 H/27 Mei 2025.


Disampaikan Oleh Yusuf Blegur



Halaman:

Komentar