Ketika Semua Pihak Sudah Menerima Copy Ijazah Jokowi, Mengapa Yang Diyakini Asli Tetap Disakralkan?

- Sabtu, 17 Mei 2025 | 00:15 WIB
Ketika Semua Pihak Sudah Menerima Copy Ijazah Jokowi, Mengapa Yang Diyakini Asli Tetap Disakralkan?

Tentu saja, perdebatan ini tidak akan muncul jika sejak awal dokumen akademik Presiden bisa diakses sebagaimana mestinya. 


Tapi hari ini, yang terjadi justru sebaliknya: dokumen dibiarkan remang, lalu publik dituntut untuk percaya. 


Mereka yang bertanya dicap pembenci. Mereka yang kritis dianggap menyebar hoaks.


Padahal, masalah ini bukan semata soal ijazah. Ini adalah persoalan etik dan tanggung jawab publik. 


Ketika seseorang menjadi Presiden, maka seluruh dasar keabsahan dirinya harus terbuka untuk diuji. 


Tidak cukup hanya menyodorkan copy—apalagi yang fotokopiannya kini berseliweran di dua kutub politik yang saling curiga.


Yang ironis: kedua belah pihak kini saling klaim punya copy yang benar. Tapi salinan tak pernah bisa menjawab kejujuran. 


Hanya dokumen asli, yang diverifikasi secara publik dan ilmiah, yang bisa menyudahi semua polemik ini.


Ketertutupan ini berbahaya. Ia bukan hanya menodai integritas pribadi Jokowi, tetapi juga mengguncang fondasi etika pendidikan tinggi. 


Bila benar dokumen itu ada dan sah, mengapa tidak dibuka? Mengapa kampus sebesar UGM—yang semestinya menjadi mercusuar kebenaran—malah memilih jalan aman: diam, netral, atau sekadar mengulang pernyataan rektor yang kosong dari pembuktian?


Dan bagaimana kita menjelaskan pengakuan Jokowi sendiri, yang menyebut IPK-nya di bawah dua? Apakah ia sedang merendah? Ataukah memang ada detail akademik yang tak pernah selesai dirapikan?


Dalam iklim demokrasi yang sehat, publik berhak bertanya. Dan pejabat publik—terutama yang sedang memegang kekuasaan penuh—berkewajiban menjawab. 


Tidak cukup dengan klaim. Tidak cukup dengan salinan. Dan tentu, tidak cukup hanya dengan keyakinan.


Seperti kata seorang akademisi tua yang bosan melihat drama ini:


“Jika semua orang sudah pegang salinannya, lalu mengapa yang asli begitu sulit ditunjukkan? Jangan-jangan, republik ini hanya dibangun di atas fotokopi.” ***


Sumber: FusilatNews


Halaman:

Komentar