MURIANETWORK.COM - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dihadapkan pada tantangan fiskal yang sangat berat.
Beban utang jatuh tempo yang harus dilunasi sepanjang tahun 2025 mencapai angka fantastis Rp 800,33 triliun.
Angka ini jauh melampaui beban utang jatuh tempo pada tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp 434,29 triliun.
Dari total Rp 800,33 triliun tersebut, sebesar Rp 705,5 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 94,83 triliun dari pinjaman.
Dengan waktu efektif yang tersisa hanya sembilan bulan, pemerintah dituntut untuk melakukan pengelolaan anggaran yang sangat cermat dan memastikan likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajiban ini.
Data dari dokumen Kementerian Keuangan yang diperoleh pada Rabu (23/4/2025) mengungkapkan rincian pembayaran utang jatuh tempo per bulan sepanjang tahun ini.
Di awal tahun, pemerintah telah melakukan pembayaran utang sebesar Rp 37,7 triliun pada Januari, Rp 48,9 triliun pada Februari, dan Rp 25,3 triliun pada Maret. April dan Mei masih relatif lebih ringan dengan masing masing 22 dan 42,4 Triliun.
Namun, Juni 2025 menjadi bulan yang paling krusial dan menantang.
Pada bulan tersebut, pemerintah harus menyiapkan dana sebesar Rp 178,9 triliun untuk melunasi utang jatuh tempo.
Angka ini menjadikan Juni sebagai puncak tekanan fiskal terkait pembayaran utang di tahun ini.
Setelah Juni yang "menguras kas negara", beban pembayaran utang akan terus berlanjut dengan rincian sebagai berikut: Juli sebesar Rp 34,7 triliun, Agustus melonjak menjadi Rp 105,3 triliun, September Rp 50,7 triliun, Oktober kembali signifikan di angka Rp 100,7 triliun, November Rp 28,7 triliun, dan Desember sebesar Rp 32,1 triliun.
Warisan Pandemi Covid-19, Biang Kerok Utang Menumpuk
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa penumpukan utang jatuh tempo pada tahun 2025 adalah konsekuensi dari pandemi Covid-19.
Pada saat itu, Indonesia membutuhkan belanja tambahan hampir Rp 1.000 triliun untuk menangani dampak pandemi.
"Mungkin angka-angka yang di 2025-2027 ini tinggi. Jangan lupa, pandemi Covid-19 waktu itu membutuhkan hampir Rp 1.000 triliun belanja tambahan. Untuk menambah belanja sebesar itu pada saat tadi penerimaan negara turun 19 persen karena ekonominya berhenti waktu itu," kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Senayan pada Juni 2024 lalu.
Penarikan utang tersebut dilakukan melalui skema burden sharing bersama Bank Indonesia (BI) dengan menggunakan surat utang negara yang maturitasnya maksimal tujuh tahun.
"Jadi kalau tahun 2020, maksimum jatuh tempo dari pandemi itu semuanya di 7 tahun."
Sri Mulyani menambahkan, "Itu adalah biaya pandemi yang mayoritas kita issue surat utangnya berdasarkan agreement. Waktu itu, Komisi XI, kami dengan BI melakukan burden sharing agar neraca BI tetap baik, fiskalnya tetap kredibel, politik juga acceptable. Kita akhirnya menyetujui menyepakati instrumen tersebut." kata bendahara negara itu.
Beban utang jatuh tempo yang sangat besar pada tahun 2025 menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Prabowo Subianto.
Pemerintah perlu menyusun strategi fiskal yang jitu untuk memastikan likuiditas yang cukup dan menjaga stabilitas ekonomi.
Pengelolaan utang yang transparan dan akuntabel juga menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan investor dan masyarakat.
Mengingat kondisi ini, prioritas belanja negara perlu ditinjau ulang, dan efisiensi belanja harus ditingkatkan.
Selain itu, upaya meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sektor juga menjadi sangat penting.
Beban utang jatuh tempo yang tinggi ini menjadi pengingat bahwa dampak pandemi Covid-19 masih akan terasa dalam jangka panjang.
Pemerintahan Prabowo Subianto dituntut untuk bekerja keras dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Polisi Tangkap Pembunuh Ibu Kandung di Wonogiri
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.