Sebelum tertangkap setelah 19 tahun melarikan diri, koruptor Nader Thaher (69) bersembunyi ke berbagai tempat dan pernah kabur ke luar negeri.
Nader Taher diketahui pernah bersembunyi di Singapura dari kejaran aparat.
Nader merupakan mantan Presiden Direktur PT Siak Zamrud Pusaka dan telah berstatus buronan sejak Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis pada 24 Juli 2006.
Dia menjadi tersangka kasus kredit macet dalam investasi Bank Mandiri tahun 2002. Dia mengajukan pinjaman ke Bank Mandiri untuk pengadaan empat unit rig beserta perlengkapannya yang dipesan PT Caltex Pacific Indonesia.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas mengatakan, kasus kredit macet ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 35,9 miliar.
Soal cara Nader menghindari endusan aparat selama 19 tahun pelariannya, Akmal Abbas bilang Nader Thaher mengubah kartu identitasnya.
Nader Taher mengganti KTP di Cianjur di 2014. Dia kemudian memperoleh KTP elektronik di Kabupaten Bandung dengan nama baru, H Toni.
Pada identitas barunya, Nader Taher tercatat sebagai wiraswasta dan sudah berkeluarga dengan warga Bandung.
"Dalam identitas barunya, ia tercatat sebagai seorang wiraswasta dan telah berkeluarga dengan warga setempat," ujar Akmal Abbas.
Pelacakan terhadapnya sempat mengalami kesulitan karena jejaknya sulit dideteksi. Namun akhirnya jejak Nader terdeteksi. Ia berada di Bandung. Terdapat indikasi bahwa ia pernah berada di luar negeri sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.
"Apakah sudah sampai ke luar negeri atau tidak, tidak terlacak. Akhir-akhir ini baru kita dapat informasi bahwa dia berada di Indonesia," kata Akmal Abbas dikutip Kompas.com
Saat ditangkap di Bandung, kondisi fisik Nader juga telah banyak berubah. "Dulu masih muda dan gagah, sekarang sudah tua," tambahnya.
Setelah ditangkap, Nader diterbangkan ke Pekanbaru dan tiba di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II pada Jumat (14/2/2025) sekitar pukul 10.45 WIB.
Sesampai di Pekanbaru, Nader Taher langsung dibawa ke kantor Kejaksaan Tinggi Riau di Jalan Jenderal Sudirman.
Nader menolak untuk memberikan komentar, dan dalam waktu singkat, ia mengalami sesak napas dan harus menggunakan alat bantu pernapasan.
Peristiwa itu terjadi saat sesi konferensi pers dengan media.
Nader Taher ditangkap setelah buron selama 19 tahun oleh tim gabungan dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru di Apartemen Gateway Ciracas, Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/2/2025) sore pukul 16.50 WIB.
Nader Taher berstatus buronan sejak Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis pada 24 Juli 2006.
"Dia telah berstatus buronan sejak Mahkamah Agung menjatuhkan vonis terhadapnya pada 24 Juli 2006," ujar Akmal kepada wartawan.
Nader melarikan diri pada 3 April 2006 setelah bebas demi hukum dari Lapas Pekanbaru, namun tidak kembali menjalani hukuman setelah MA memperpanjang masa tahanannya.
Upaya pencarian terhadapnya sudah dilakukan, termasuk hingga ke luar negeri, karena ia disebut-sebut beberapa kali berpindah tempat, termasuk melarikan diri ke Singapura.
Putusan MA Nomor 1142 K/Pid/2006 pada tanggal 24 Juli 2006 menyatakan, Nader Thaher dijatuhi hukuman 14 tahun penjara serta denda sebesar Rp 250 juta, dengan subsider 4 bulan kurungan.
Nader Taher juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 35.974.848.500.
Jika dalam waktu satu bulan ia tidak membayar, harta kekayaannya akan disita dan dilelang. Jika tidak memiliki harta, hukumannya akan ditambah 3 tahun penjara.
"Penangkapan ini adalah bukti komitmen Kejaksaan dalam menindak buronan. Tidak ada tempat yang aman bagi pelaku kejahatan untuk bersembunyi. Cepat atau lambat, kami akan menemukan dan mengeksekusi putusan pengadilan," tegas Akmal.
Di persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Nader awalnya divonis 14 tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Nader Taher lalu mengajukan banding, dan di tingkat Pengadilan Tinggi Riau, hukumannya dikurangi menjadi 7 tahun.
Namun, setelah jaksa mengajukan kasasi, Mahkamah Agung kembali menjatuhkan vonis 14 tahun penjara.
Sumber: tribunnews
Foto: TERTANGKAP SETELAH 19 TAHUN BURON - Nader Taher mantan Presiden Direktur PT Siak Zamrud Pusaka dan telah berstatus buronan sejak Mahkamah Agung menjatuhkan vonis pada 24 Juli 2006 (kiri), dan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas dalam konferensi pers (kanan). Nader Taher diketahui pernah bersembunyi di Singapura dari kejaran aparat/Kolase Tribunnews/dok. Kompas
Artikel Terkait
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Polisi Tangkap Pembunuh Ibu Kandung di Wonogiri
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.