Pupus Denda Damai Koruptor, Jangan Harap Lepas setelah Ultimatum Prabowo: Kapolri hingga KPK Gerak

- Selasa, 11 Februari 2025 | 09:55 WIB
Pupus Denda Damai Koruptor, Jangan Harap Lepas setelah Ultimatum Prabowo: Kapolri hingga KPK Gerak


"Sekali lagi, ini kalaupun nanti ada yang salah mengerti dengan apa yang saya ucapkan, ya saya menyatakan saya mohon maaf,” tegasnya. 


Kritik Komjak


Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, memberikan tanggapan terkait wacana yang menjadi perhatian publik.


"Korupsi itu extraordinary crime. Hasilnya pemberantasan stagnan di situ. Tidak mengecil. Politisi kena korupsi, besok ada lagi. Begitu juga bankir ditangkap ada lagi. Tidak tobat. Artinya penghukuman badan tak jera. Harus ada another way," jelasnya pada Kamis (9/1/2025).


Dalam webinar Diskusi Bareng bertema 'Denda Damai untuk Koruptor, Apakah Bisa dan Layak?' yang digelar lembaga Jarcomm (Jejaring Analiytics, Research and Communication Consulting), Pujiyono menyebut jangan ada salah kaprah dalam menerjemahkan denda damai. 


Di mana denda damai bukan berarti koruptor langsung diminta bayar, lalu dianggap selesai.


"Maka denda pengampunan sebagai cara untuk mengatasi stagnasi penanganan korupsi merupakan ide baik. Tapi kita tidak boleh terjebak pada denda saja. Jangan berhenti gagasannya. Ada terobosan jalan," kata Pujiyono. 


Lanjutnya, denda damai harus punya landasan hukum yang kuat.


Di antaranya selama ini familiar dengan restoratif justice, sebagai formula untuk mencari keadilan yang biasanya dilakukan dalam kejahatan tindak pidana umum. 


Dirinya juga menyoroti penggunaan restoratif jutice dalam proses hukum.


"Saya kira bisa ditempuh restoratif justice, cuma harus diatur sedemikian rupa. Jadi yang tepat sebenarnya bukan denda damai, tapi saya lebih mendukung restoratif justice," ungkapnya.


"Jadi rasa malu koruptor ada dan jera juga harus ditonjolkan. Jadi hal-hal teknis itu yang harus dibicarakan secara jelas. Berapa nilai pengembalian, bentuknya bagaimana apakah ditambah kerja sosial, bagaimana membuat unsur malu dan seterusnya," jelas dia.


Menurutnya, hukuman tetap dijalankan, tetapi juga bisa diganti. Prinsipnya adalah membuat unsur jera dan malu koruptor. 


"Kalau hukuman badan gak membuat malu koruptor seperti yang terjadi selama ini, ya sama saja. Artinya koruptor selama ini gak ngaruh dipenjara. Maka harus dicarikan terobosan baru agar malu. Termasuk apakah denda koruptor itu hanya untuk kasus kecil saja atau bagaimana perlu dirumuskan teknis," paparnya. 


Semprot Mahfud MD


Eks Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, tak sepakat dengan rencana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang akan mengenakan denda damai kepada para koruptor.


Mahfud mengaku heran mengapa pemerintahan saat ini mempunyai rencana untuk berdamai dengan koruptor.


Ia menilai, menteri Prabowo yang membidangi sektor hukum kerap mencari dalil atau pasal pembenar mengenai apa yang disampaikan presiden.


Mahfud MD mencontohkan terkait kebijakan pemulangan narapidana kasus narkoba ke negara asalnya yang belakangan dilakukan pemerintah.


Hal itu disampaikan Mahfud MD saat ditemui di Kantor MMD Initiative, Jakarta Pusat, pada Kamis (26/12/2024).



"Yang ini lagi, gagasan Pak Prabowo untuk kemungkinan memberi maaf kepada koruptor asal mengaku secara diam-diam dan mengembalikan kepada negara secara diam-diam. Itu kan salah."


"Undang-undang korupsi tidak membenarkan itu, hukum pidana tidak membenarkan itu. Lalu menterinya mencari dalil pembenar. Itu kan ada di undang-undang kejaksaan, denda damai. Denda damai itu hanya untuk tindak pidana ekonomi."


"Sesuai dengan undang-undang tentang bea cukai, undang-undang perpajakan, dan undang-undang kepabeanan," sambungnya.


Lebih lanjut, Mahfud MD menilai pemahaman Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kurang tepat.


Menurutnya, kasus korupsi tak pernah diselesaikan secara damai. Mahfud menyebut, jika kasus korupsi diselesaikan secara damai, itu sama dengan kolusi. 


"Mana ada korupsi diselesaikan secara damai? Itu korupsi baru namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai. Dan itu sudah sering terjadi kan."


"Diselesaikan diam-diam antar-penegak hukum, penegak hukumnya yang ditangkap. Kalau diselesaikan diam-diam. Kan banyak tuh yang terjadi. Jaksa, polisi, hakim masuk penjara kan mau selesaikan diam-diam, ya toh, itu sama saja," ujarnya.


Mahfud menjelaskan, denda damai hanya bisa dilakukan dalam kasus terkait perpajakan atau kepabeanan.


Mekanisme mengenai denda damai itu juga sudah jelas dibuat oleh instansi terkait.Mekanisme tersebut, lanjutnya, Kementerian Keuangan meminta izin kepada Kejaksaan Agung tidak secara diam-diam.


"Nah sekarang dinaikkan kewenangan ini Jaksa Agung boleh menerapkan denda damai tanpa usul dari instansi terkait," ucap Mahfud. 


"Tetapi itu tetap tindak pidana ekonomi, yaitu untuk kepabeanan, untuk pajak, dan untuk bea cukai. Itu diatur di dalam pasal 35 undang-undang kejaksaan agung yang terbaru."


"Dan itu jelas di dalam pasal 35 dan penjelasannya itu hanya untuk tindak pidana ekonomi tertentu. Korupsi enggak masuk."


"Oleh sebab itu, menyongsong tahun baru ini, mari ke depannya jangan suka cari-cari pasal untuk pembenaran. Itu bahaya nanti setiap ucapan presiden dicarikan dalil untuk membenarkan itu tidak bagus cara kita bernegara," lanjutnya


Sumber: Tribunnews 


Halaman:

Komentar