Malam yang sunyi di tepi sawah. Kegelapan perlahan dipecah oleh titik-titik cahaya kecil yang bergerak acak, seperti bintang yang jatuh dan memilih untuk menari sebentar di atas rumput. Pemandangan ini, bagi banyak dari kita, adalah pintu langsung ke kenangan masa kecil yang hangat. Tapi tahukah kamu? Di balik pesona visual yang memikat itu, kunang-kunang menyimpan sebuah keajaiban sains yang luar biasa. Mereka bukan sekadar serangga biasa.
Lalu, bagaimana sih mereka bisa bercahaya?
Kemampuan ajaib ini disebut bioluminesensi. Kalau dibandingin dengan bohlam lampu di rumah yang panas banget, kunang-kunang itu adalah juara efisiensi. Hampir semua energi dari reaksi kimia dalam tubuh mungil mereka diubah murni jadi cahaya. Nyaris nggak ada panas yang terbuang. Prosesnya terjadi di organ khusus di bagian perut mereka. Di sana, sebuah zat bernama lusiferin bertemu dengan oksigen. Nah, pertemuan ini dibantu oleh enzim lusiferase dan energi dari ATP, menghasilkan apa yang kita sebut sebagai "cahaya dingin". Warna yang keluar pun beragam, ada yang kuning pucat, hijau terang, sampai ke oranye kemerahan, tergantung jenisnya.
Namun begitu, cahaya ini bukan cuma untuk pamer. Ini adalah bahasa mereka.
Fungsi utamanya ya untuk cari jodoh. Si jantan biasanya terbang sambil mengirimkan sinyal kedipan dengan pola spesifik, mirip kode Morse di udara. Kalau si betina yang nongkrong di daun atau rumput tertarik, dia akan membalas dengan pola kedipan yang sama. Percakapan visual di tengah gelapnya malam ini adalah ritual kawin mereka.
Di sisi lain, cahaya itu juga jadi senjata pertahanan. Tubuh kunang-kunang mengandung senyawa beracun bernama lucibufagins. Kedipan yang mereka pancarkan ibarat pesan peringatan buat predator seperti burung atau kodok: "Awas, aku nggak enak dimakan dan beracun!"
Artikel Terkait
Pulang ke Ngawi, Menyembuhkan Lelah yang Tak Bisa Diatasi Tidur
Bundaran HI Kembali Berdenyut Usai Kemeriahan Malam Tahun Baru
Mengabaikan: Ketika Sikap Acuh Tak Acuh Menggerogoti Ikatan Sosial
Tahun Baru 2026, Prabowo Nyanyikan Tanah Airku Bersama Pengungsi Batang Toru