"Kalau kita lihat hasil sementara ya, bahwa bahkan di antara mereka ada yang baiat sendiri, baiat mandiri. Nah, kalau dilihat dari prosesnya, baiat mandiri ini adalah titik sebelum tahap awal," papar Eddy.
"Artinya apa? Sebelum dia melaksanakan baiat mandiri, mereka masuk kepada tadi itu, kalau istilah di dalam Komdigi itu teradikalisasi melalui algoritma. Ya artinya anak-anak ini sebelumnya bagaimana dia sering mengakses, sering berinteraksi, ya," imbuhnya.
Lalu, bagaimana dengan game online? Rupanya, fitur privat seperti voice chat atau private chat dimanfaatkan untuk ini. Eddy menyebutnya dengan istilah digital grooming. Sebuah tahap untuk membangun kepercayaan, mencari kesamaan hobi, dan menciptakan ikatan.
"Kalau di dalam game online, ya karena di game online itu ada fitur private chat atau voice chat, ya. Jadi kalau saya meminjam istilah psikologis tuh ada namanya digital grooming. Tahap memastikan atau menanam kepercayaan, membuat satu sama perasaan, ya, satu hobi misalkan," kata Eddy.
Setelah itu, barulah mereka diisolasi dan ditarik ke grup media sosial yang lebih tertutup, seperti WhatsApp atau Instagram. Di sanalah doktrinasi dan normalisasi perilaku radikal benar-benar dimainkan.
"Nah, ketika sudah dapat grooming-nya, maksudnya kelompoknya di situ, baru ditarik isolasi ke luar. Masuk ke dalam grup sosial media, baik itu Instagram maupun WA. Nah, di situlah baru dimainkan namanya normalisasi perilaku. Artinya apa, didoktrin," pungkasnya.
Artikel Terkait
Prabowo Dapat Laporan Perkembangan Program Prioritas, Bahas Lembaga Khusus Perumahan
Ponsel Jatuh ke Got, Polisi DIY Jadi Pahlawan dengan Alat Canggih
Bahasa Pejabat di Era Digital: Ketika Satu Kalimat Lebih Tajam dari Seribu Pasal
Kecelakaan Maut di Fly Over Mbah Priok, Pengendara Motor Tewas Tertindas Trailer