"Lebih dari 90 persen mereka yang berdemonstrasi adalah pemuda-pemudi yang hidupnya pas-pasan. Sebagian besar mereka mungkin hanya makan daging setahun sekali saat Idul Adha," ungkapnya, suara terdengar berat.
Lalu, kenapa pemerintah dianggap lamban menetapkan status bencana nasional untuk banjir Sumatera? Amien mengutip pernyataan Habib Rizieq Syihab yang menduga ada ketakutan tersendiri. Jangan-jangan, ada kekhawatiran jika jurnalis investigasi asing masuk dan mengungkap kerusakan hutan akibat korporasi tambang dan sawit.
"Prabowo sendiri punya kebun kelapa sawit seluas ribuan hektar. Jutaan hektar kebun sawit adalah sebab pokok banjir terbesar sepanjang sejarah Sumatera," tukasnya. Ia juga menuding peran Jokowi yang masih menjadi fasilitator utama bagi para "raja hutan" dan "raja tambang".
Pada akhirnya, Amien Rais menyimpulkan dengan nada getir. Baginya, tidak ada lagi perbedaan berarti antara gaya kepemimpinan Jokowi dan penerusnya.
"Makin jelas buat saya, ternyata Jokowi garis miring Prabowo adalah 11/12. Mboten wonten bentenipun, saestu sami mawon (Tidak ada bedanya, sungguh sama saja)," pungkasnya.
Artikel Terkait
Dana Tak Terseret, Tongkang Batu Bara Terancam Mandek di Sungai Lalan
Korban Tewas Tembus 1.141 Jiwa, 163 Orang Masih Hilang di Tengah Banjir Bandang Sumatera
Saudi Hantam Kiriman Senjata UEA di Pelabuhan Yaman, Koalisi Lama Retak
Surat Misterius Ungkap Pelecehan Sebelum Mahasiswi UNIMA Tewas