Dopamin Digital: Saat Game Online Menggerogoti Masa Depan Anak

- Selasa, 30 Desember 2025 | 07:25 WIB
Dopamin Digital: Saat Game Online Menggerogoti Masa Depan Anak

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Pertama, batasi waktu bermain. Saran para ahli, cukup 1-2 jam per hari dengan jeda istirahat. Kedua, orang tua harus jadi contoh. Jangan harap anak lepas dari gadget kalau ayah-ibunya sendiri sibuk dengan ponsel sepanjang hari.

Orang tua juga perlu aktif mengawasi jenis game yang dimainkan, pastikan kontennya sesuai usia, dan manfaatkan fitur parental control. Yang tak kalah penting, tawarkan alternatif kegiatan yang menarik. Olahraga, kesenian, atau kegiatan alam bisa jadi penyeimbang yang sehat.

Ciptakan juga momen bebas gadget dalam keseharian. Saat makan malam atau jalan-jalan di akhir pekan, misalnya. Momen ini penting untuk menguatkan ikatan dan mengurangi kebutuhan anak untuk 'kabur' ke dunia game.

Perhatikan juga tanda-tanda stres atau kecemasan pada anak. Seringkali, game hanyalah gejala, bukan penyebab. Mereka lari ke sana karena ada yang tidak beres di dunianya. Jika kecanduan sudah parah, jangan ragu minta bantuan profesional seperti psikolog.

Dalam perspektif agama, game bukan sesuatu yang haram. Tapi perlu kewaspadaan. Seperti diingatkan Imam Al-Ghazali, hiburan boleh asal tidak melalaikan kewajiban. Kebiasaan akan membentuk karakter. Kecanduan game bisa memupuk sifat malas dan lari dari tanggung jawab. Tugas orang tua bukan melarang mentah-mentah, tapi membimbing anak menemukan keseimbangan.

Peringatan datang juga dari dunia medis. Dr. Bradley Zicherman, psikiater anak dari Stanford, membandingkan kecanduan game dengan kecanduan judi atau narkoba. Mekanisme di otaknya serupa, menyerang jalur dopamin yang sama.

Penelitian lain yang dipimpin Dr. Yunyu Xiao menemukan, yang berbahaya bukan lamanya bermain, tapi hilangnya kendali. Kehilangan kontrol inilah yang berkaitan erat dengan gangguan emosi dan kecemasan pada remaja.

“Anak yang kecanduan game menunjukkan aktivitas otak yang lebih rendah di area pengambilan keputusan,” jelas Dr. Daniel Lopez dari sebuah tim peneliti di AS. “Mereka jadi kurang peka terhadap imbalan di luar game.”

Intinya, kita harus waspada. Anak yang sudah terlanjur kecanduan butuh penanganan serius. Sementara yang masih sekadar suka main, perlu terus diingatkan soal risikonya. Orang tua punya peran besar untuk memantau dan mengalihkan perhatian anak ke kegiatan yang lebih membangun.

Ini soal menjaga masa depan mereka, satu hari demi satu hari.

Wallahu alimun hakim.

Nuim Hidayat,
Direktur Forum Studi Sosial Politik


Halaman:

Komentar