Kau telah menyuarakan semua yang sesak di dada kami. Kau memikul beban yang terlalu berat untuk kami angkat sendiri. Dan kau menempuh jalan terjal itu atas nama jutaan orang tanpa pretensi, tanpa pernah mengharap balasan atau pujian.
Maka, kami takkan meratap hari ini. Rasanya tak pantas. Ratapan itu untuk mereka yang benar-benar tiada. Sedangkan engkau, kau akan tetap hidup. Kau kekal sebagai jejak dalam langkah kami, sebagai sikap dalam ingatan kolektif, dan sebagai sebuah makna yang tertanam dalam jiwa.
Kata-katamu akan terus bergema. Bayanganmu akan jadi saksi bisu atas zaman yang berusaha mematahkan kami, tapi gagal.
Suaramu? Itu akan tetap menjadi cambuk di leher musuh-musuh Allah. Dan bagi kami, saudaramu di kota yang terluka ini, suaramu adalah penawar.
(Rashdul Maidan)
Artikel Terkait
2.617 Personel Amankan Aksi Buruh di Monas, Polisi Tegaskan Tak Bawa Senjata Api
Tere Liye Soroti Korupsi Dana MBG: Lebih Parah dari Mencuri Baut Jembatan
Dua Badai di Samudra Hindia Ancam Cuaca dan Gelombang di Indonesia
Pertemuan di Rumah Bahlil: Penguatan Koalisi atau Awal Retakan?