JAKARTA – Tahun 2025 benar-benar menghantam. Indonesia berduka. Dalam rentang beberapa bulan, dua tragedi besar mengguncang negeri ini: longsor dahsyat di area tambang Gunung Kuda, Cirebon, dan musala yang runtuh di sebuah pesantren di Sidoarjo. Bukan cuma angka statistik, kedua peristiwa ini adalah bukti nyata betapa rapuhnya sistem pengawasan keselamatan kita. Puluhan nyawa melayang, meninggalkan duka dan pertanyaan yang tak mudah dijawab.
Kaleidoskop tahun ini menegaskan satu hal: bencana seringkali bukan semata soal alam, tapi juga buah dari kelalaian manusia.
Mari kita mulai dari Cirebon. Jumat pagi, 30 Mei 2025, tebing di tambang galian C Gunung Kuda tiba-tiba ambrol. Reruntuhan tanah dan batu menimbun para pekerja yang sedang beraktivitas. Suasana berubah jadi chaos. Menurut data terakhir BNPB, korban tewas mencapai 21 orang.
Pencarian korban oleh tim SAR gabungan berlangsung alot. Medannya sulit, tebingnya labil. Bahkan operasi sempat dihentikan sementara karena pergerakan tanah dinilai terlalu berbahaya. Ini bukan bencana biasa; ini tragedi yang sebenarnya bisa dicegah.
Konsekuensinya pun berjalan. Polisi akhirnya menetapkan dua orang sebagai tersangka, diduga karena kelalaian dalam pengelolaan tambang. Abdul Karim dan Ade Rahman namanya. Pemerintah daerah dan Kementerian ESDM kini kebakaran jenggot, mengevaluasi izin-izin tambang dan berjanji membuat langkah mitigasi. Tapi bagi keluarga korban, semua itu sudah terlambat.
Artikel Terkait
Tere Liye Soroti Korupsi Dana MBG: Lebih Parah dari Mencuri Baut Jembatan
Dua Badai di Samudra Hindia Ancam Cuaca dan Gelombang di Indonesia
Pertemuan di Rumah Bahlil: Penguatan Koalisi atau Awal Retakan?
Empat Parpol Serius Dorong Pilkada Kembali ke DPRD, Demokrat Ingatkan Bahaya Oligarki