“Dalam pelaksanaannya, tersangka menyarankan sekaligus menunjuk BUMDes-MA Marsada Tahi sebagai penyedia barang bantuan,” imbuhnya.
Nah, di sinilah masalahnya mulai kelihatan. Tak cuma mengalihkan bentuk bantuan, Fitri Agus juga disebut meminta potongan.
“Tersangka FAK meminta penyisihan sebesar 15 persen dari nilai bantuan kepada BUMDes-MA Marsada Tahi untuk keuntungan pribadi dan pihak lain,” ungkap Satria. Potongan 15% dari dana miliaran itu jelas bukan angka recehan.
Akibat perbuatannya, dia kini mendekam di balik jeruji. Usai ditetapkan sebagai tersangka, Fitri Agus langsung ditahan di Lapas Kelas III Pangururan. Masa penahanannya ditetapkan 20 hari untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Tersangka FAK berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Samosir dilakukan penahanan di Lapas Kelas III Pangururan selama 20 hari ke depan,” pungkas Kajari.
Secara hukum, dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor. Kasus ini tentu menjadi ujian bagi penegakan hukum di daerah, sekaligus tamparan keras bagi kepercayaan publik terhadap penyaluran bantuan sosial.
Artikel Terkait
TMII Tahun Baru Tanpa Kembang Api, Razia Ketat Menyambut Pengunjung
Kolaborasi Seni di Kambang Iwak Kumpulkan Dana Rp 6 Juta untuk Korban Bencana
Dibalik Dua Akun: Gen Z dan Pertunjukan Kepribadian di Media Sosial
Gubernur Mirza Ungkap Strategi Lampung: Fondasi Dibangun, Komoditas Tak Lagi Mentah