Di sisi lain, padatnya kendaraan memang memicu keluhan. Yuli, seorang pengunjung lain, merasa kemacetan itu mengurangi kenyamanan, terutama bagi mereka yang jalan kaki atau bawa anak-anak.
Ia juga menyoroti masalah parkir. Menurutnya, bahu jalan yang seharusnya jadi ruang pejalan kaki malah dipenuhi sepeda motor.
“Sebetulnya nyaman jalan kaki di Braga, tapi alangkah baiknya kalau bahu jalan tidak dijadikan parkiran motor supaya wisatawan lebih leluasa berjalan,” kata Yuli.
Jadi begitulah. Braga sekarang seperti berada di persimpangan. Di satu sisi, keramaian adalah bukti bahwa pariwisata di sini hidup dan berdenyut. Nuansa sejarahnya masih terasa kuat, memikat siapa saja.
Tapi ya itu, masalah klasik seperti kemacetan dan ketidaknyamanan pejalan kaki masih jadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Meski begitu, bagi banyak orang, kesemrawutan Braga justru memberi cerita. Liburan di Bandung kurang lengkap rasanya tanpa merasakan keramaian yang penuh warna di jalan legendaris ini.
Artikel Terkait
Atap Parkiran Ambruk di Koja, Hanya Selangkah dari Anak-anak yang Sedang Bermain
USDT Diam di Dompet? Ini Strategi Hasilkan Untung Tanpa Deg-degan
Healing di Akhir Tahun: Tren atau Kebutuhan Jiwa yang Mendasar?
Jalur Alternatif Puncak Amblas, Warga Buru-buru Dirikan Jembatan Bambu