Nah, di titik inilah oligarki lokal bermain. Prinsip mereka, menurut Sutoyo, sejalan: "Menaklukkan musuh tanpa berperang adalah puncak keterampilan". Strategi tipu daya menjadi doktrin utama. Kerjasama saling menguntungkan dan jebakan hutang ditawarkan secara masif, bagai umpan yang sulit ditolak.
Dan sayangnya, menurut penilaian Sutoyo, pemerintahan sebelumnya terjebak.
Lantas, apa prinsip Xi Jinping? Sutoyo menyebut empat hal. Pertama, ide penaklukan yang mencakup segala aspek: politik, ekonomi, budaya, psikologi, hingga propaganda media. Konsep ini berakar pada ajaran Sun Tzu tentang penipuan dan mengalahkan musuh tanpa pertempuran.
Kedua, soal hutang. Bantuan hutang besar-besaran dari Tiongkok adalah bagian dari "perang non-senjata". Perang dagang, perang finansial. Jika tak mampu bayar, ancamannya jelas: negara bisa dilelang.
Ketiga, penekanan pada penipuan dalam segala hal. Hingga akhirnya Indonesia masuk jerat laba-laba Tiongkok sebuah petaka besar.
Keempat, kesalahan yang dianggapnya fatal.
Kini, harapan rakyat tertumpu pada Presiden Prabowo Subianto. Ada ekspektasi besar agar negara bisa keluar dari jaring laba-laba itu. Namun, sinyal yang tertangkap Sutoyo justru mengkhawatirkan.
Menurutnya, mulai terasa bahwa Prabowo dan kabinetnya justru terjebak dalam strategi licik yang sama: permainan oligarki dan langkah-langkah Xi Jinping. Harapan tinggal harapan? Waktulah yang akan menjawab.
Artikel Terkait
Kesombongan Moral: Ketika Lupa Asal-Usul Menjadi Akar Kehancuran
Pedagang Emas Tertembak Usai Kejar Penjual Liontin Palsu di Sukajadi
Gus Ipul Pastikan BLT dan Bantuan Rp8 Juta untuk Korban Bencana Sumatera
Natal di Thekelan, Tetangga Lintas Agama Saling Sambangi