Yuddy dan Beny, melalui kuasa hukumnya, menyatakan sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan.
Tapi langkah berbeda diambil Dicky Syahbandinata. Ia langsung membacakan nota keberatan. Kuasa hukumnya, OC Kaligis, bersikukuh kliennya sama sekali tak punya kewenangan memutuskan kredit.
"Klien kami menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi sejak akhir 2017 dan tidak memiliki kewenangan memutuskan pemberian kredit," imbuh Kaligis dengan nada tinggi.
Ia membeberkan bahwa proses kredit Sritex waktu itu melalui tahapan analisa dan verifikasi yang sangat ketat. Berbagai divisi teknis terlibat, hasilnya dituang dalam Memorandum Analisa Kredit, lalu dibahas rapat teknis sebelum naik ke Komite Kredit. Semua proses, klaimnya, diawasi divisi kepatuhan dan hukum yang menyatakan semuanya sudah sesuai aturan.
Kaligis juga menyoroti penangkapan kliennya yang dinilai mendadak dan tidak adil. Dicky sudah tidak bekerja di BJB sejak 2023. Tiba-tiba, di Mei 2025, ia dijemput Kejaksaan Agung, ditetapkan tersangka, dan langsung ditahan.
"Ini kriminalisasi, ini tebang pilih. Klien saya tidak pernah menerima apa pun, sementara ada pihak-pihak yang harusnya bertanggung jawab tetapi justru malah bebas," kata Kaligis dengan emosi yang nyata.
Sidang yang baru dimulai ini tentu masih panjang. Publik kini menunggu, bagaimana hakim akan menimbang dua narasi yang saling bertolak belakang itu.
Artikel Terkait
Viral Menu Sekolah Bermasalah, Pakar Pertanyakan Manfaat Unggahan Medsos
Megawati Simpan Kliping Tulisan Nasaruddin Umar
Di Balik Dadu Gurak: Ketika Adat dan KUHP Beradu di Teras Pak Mantir
Program Makan Bergizi: Ketika Jerawat Remaja Jadi Target dan Nanas Dibagi untuk Lima Hari