Di ruang konferensi BMKG Kemayoran, Selasa lalu, suasana agak tegang. Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani berdiri menjawab pertanyaan yang mengusik banyak pikiran: bisakah bencana seperti di Sumatera terulang di tahun 2026? Pasalnya, prakiraan cuaca untuk tahun depan justru terlihat lebih normal ketimbang 2025.
Faisal tak buru-buru menjawab. Ia menekankan satu hal yang sering terlupa. "Kita perlu ketahui bahwa untuk bencana hidrometeorologis itu juga tergantung dari kondisi sebelumnya," ujarnya.
Artinya, kata dia, longsor atau banjir tak cuma ditentukan hujan yang turun hari ini. Semuanya sangat bergantung pada kondisi lingkungan sebelumnya, terutama soal kejenuhan tanah akibat hujan tinggi yang sudah berlangsung lama.
Ia lalu menjabarkan dengan gamblang. Curah hujan yang mengguyur hebat dalam beberapa bulan terakhir telah membuat tanah dan lereng-lereng gunung berada dalam kondisi jenuh. Akibatnya, bahkan hujan dengan intensitas kecil sekalipun masih berpotensi memicu bencana.
"Jadi ketika bulan-bulan terakhir ini, curah hujan cukup tinggi yang membuat kondisi tanah itu atau lereng-lereng itu dalam kondisi yang cukup jenuh," jelas Faisal. "Sehingga dengan hujan yang mungkin tidak begitu besar itu dapat memicu terjadinya bencana gerakan tanah, longsor, dan juga banjir."
Artikel Terkait
Harapan dari Bogor: Kemenag Diminta Buktikan Janji Soal Perayaan Natal
Delapan Perusahaan di Sumut Masih Menanti Vonis Pidana Usai Bencana
Ancaman Bom Melalui Email Gegerkan Sepuluh SMA di Depok
Tiga Eks Dirut Bank DKI Diadili Atas Dugaan Kredit Fiktif Sritex Rp150 Miliar