Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, punya instruksi baru yang bikin banyak orang angkat alis. Dia minta pemerintahannya mempertimbangkan untuk memasukkan perawatan rambut rontok ke dalam cakupan asuransi kesehatan. Bukan tanpa alasan. Menurut Lee, bagi banyak anak muda, kebotakan bukan lagi sekadar urusan penampilan. Ini sudah jadi persoalan yang menyangkut kelangsungan hidup mereka.
Proposal ini sebenarnya bukan hal baru. Lee pertama kali mengusulkannya saat kampanye pilpres 2022 lalu. Namun, ide itu sempat hilang dari agenda saat dia berhasil memenangkan pemilu tahun ini. Nah, Selasa (16/12) lalu, dalam sebuah pengarahan kebijakan, rencana itu kembali dihidupkan. Kalau jadi diterapkan, jaminan kesehatan nasional bakal meluas, tidak lagi terbatas pada perawatan medis spesifik seperti alopecia areata sejenis kondisi autoimun yang menyebabkan kebotakan. Tapi, reaksinya? Bukan main. Banyak tokoh kesehatan dan kalangan konservatif langsung menentang.
Di sisi lain, tekanan budaya di Korsel soal penampilan memang luar biasa kuat. Survei di tahun 2024 menunjukkan angka yang nyaris sempurna: 98% anak muda percaya bahwa orang yang menarik secara fisik dapat lebih banyak untung dalam kehidupan sosial. Tekanan ini kerap dibebankan pada perempuan, dengan ekspektasi tinggi soal rias, skincare, dan tubuh. Tapi bagi pria, isu kerontokan rambut sering jadi pembicaraan yang tertutup. Padahal, banyak yang akhirnya memilih cara seperti memanjangkan poni atau mencari perawatan mahal untuk menutupinya.
“Rasa keterasingan di kalangan pria karena masalah ini semakin serius,” begitu penilaian Lee.
Wajar saja kalau pasar terkait ikut menggeliat. Nilainya pada 2024 diperkirakan mencapai 188 miliar won. Bahkan, kelompok industri mengklaim sekitar 10 juta dari 51 juta lebih penduduk Korsel mengalami rambut rontok, meski angka ini tak pernah diverifikasi resmi. Produk seperti sampo anti-rontok laris manis, meski belakangan beberapa di antaranya dikritik karena klaimnya yang dianggap berlebihan.
Namun begitu, timing pengajuan proposal ini dianggap cukup sensitif. Soalnya, sistem asuransi kesehatan nasional Korsel sendiri sedang berada di bawah tekanan keuangan yang makin berat. Proyeksi internal terbaru menyebutkan, defisit bisa membengkak hingga 4,1 triliun won pada 2026 nanti.
Artikel Terkait
Festival Literasi Mempawah Apresiasi Para Pahlawan Pendidikan Daerah
Sweter IDF di Lemari Epstein: Potongan Puzzle yang Menyulut Spekulasi Baru
Kepala Lapas Pagar Alam Tewas dalam Kecelakaan Dini Hari di Tol Indralaya
Bahlil Tegaskan Golkar Bukan Warisan Keluarga