Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan atau pernyataan dari Iwan Wardhana mengenai putusan yang memberatkannya ini.
Kasusnya sendiri berawal dari kolaborasi yang keliru. Iwan disebut-sebut bekerja sama dengan mantan Plt Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan, Mohamad Fairza Maulana, serta pemilik EO GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi. Rencananya, mereka mau pakai tim event organizer Gatot untuk kegiatan di dinas.
Nah, masalahnya muncul di cara pencairan dananya. Fairza dan Gatot konon bersepakat memakai sanggar-sanggar fiktif sebagai perantara. Begitu uang negara cair dan masuk ke rekening sanggar fiktif itu, Gatot menariknya dan menampungnya di rekening pribadi.
Uang yang mengendap di rekening Gatot itulah yang kemudian diduga dipakai untuk kepentingan pribadi Iwan dan Fairza. Skema rumit ini akhirnya terbongkar. Kerugian negara yang ditimbulkan tak main-main: mencapai Rp 36,3 miliar.
Atas tindakannya, ketiganya terjerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, disertai pasal-pasal lainnya dalam KUHP. Putusan banding ini jelas menjadi pukulan telak, menandai babak baru yang suram dalam kasus korupsi anggaran kebudayaan ini.
Artikel Terkait
Di Aceh, Malam Tahun Baru Sunyi Terompet, Ramai Doa untuk Korban Bencana
9 Juta Hektar Sawit Ilegal: Negara Dituding Tutup Mata Atas Kebun Tanpa HGU
Kapolri Gebrak Rotasi, Polwan Kuasai Jabatan Strategis
Kapal Maulana 30 Terbakar di Perairan Tanggamus, 8 ABK Masih Hilang