Modusnya, ancaman. Albertinus lewat perantaranya dikabarkan mengancam akan memproses Laporan Pengaduan (Lapdu) dari LSM yang masuk ke Kejari, terkait dinas-dinas tersebut, jika tidak ada uang yang mengalir. Dengan kata lain, uang menjadi "jaminan" agar laporan itu tidak ditindaklanjuti.
Aliran uang Rp 804 juta itu terbagi dalam dua klaster perantara. Lewat Tri Taruna, Albertinus didapat menerima Rp 270 juta dari Kadis Pendidikan dan Rp 235 juta dari Direktur RSUD. Sementara melalui Asis Budianto, ia menerima Rp 149,3 juta dari Dinas Kesehatan.
Tapi itu belum semua. Albertinus juga dituding memotong anggaran internal Kejari HSU untuk kepentingan pribadi. Dana sekitar Rp 257 juta dari Tambahan Uang Persediaan (TUP) yang diajukan tanpa dasar SPPD, diklaim dipotong begitu saja. Belum lagi penerimaan lain sebesar Rp 450 juta, yang sebagian ditransfer ke rekening istrinya.
Dua perantaranya pun diduga ikut menikmati aliran dana. Asis disebut menerima Rp 63,2 juta dari berbagai pihak sepanjang tahun ini. Sedangkan Tri Taruna, selain menjadi perantara, diduga menerima uang jauh lebih besar, mencapai Rp 1,07 miliar, yang sebagian berasal dari transaksi tahun-tahun sebelumnya.
Dalam operasi ini, KPK menyita uang tunai Rp 318 juta dari rumah Albertinus sebagai barang bukti. Pasal yang menjerat mereka adalah Pasal 12 huruf e dan f UU Tipikor, dijerat bersama pasal-pasal pendukung KUHP.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan atau komentar dari para tersangka. Ruang tahanan di Gedung Merah Putih KPK kini kembali terisi.
Artikel Terkait
Kaki Terjebak Jeruji Besi, Damkar Bogor Selamatkan Ibu di Tepi Jalan
Roy Marten Dikejutkan Tamu Tak Diundang: Ular Sanca 1,5 Meter di Pekarangannya
Kisah Audi: Melawan Stigma dan Biaya demi Kesehatan Mental
PBHI Soroti Celah Hukum Penempatan Polisi Aktif di 17 Lembaga