Oleh: Khaerul Anam
Pernahkah kita menyadari sebuah ironi? Di tengah melimpahnya sumber ilmu agama dari pengajian, buku, sampai unggahan media sosial masih ada saja orang yang begitu lihai memberi nasihat, tapi lupa mengintrospeksi diri sendiri. Fenomena klasik ini, rupanya, sudah disinggung Allah SWT jauh-jauh hari.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 44, firman-Nya:
أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
“Mengapa kamu menyuruh orang lain berbuat kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab? Tidakkah kamu berpikir?”
Ayat itu bukan sekadar teguran biasa. Ia menyentak. Menohok langsung ke titik kelemahan kita yang sering memisahkan teori dengan praktik. Ilmu agama kadang cuma jadi hiasan kata-kata, bukan pedoman yang mengubah sikap. Padahal, bukankah tujuan utamanya justru menumbuhkan ketakwaan dan memperbaiki amal?
Menurut sejumlah riwayat, ayat ini turun menyoroti sikap munafik sebagian ahli kitab di Madinah. Mereka tahu kebenaran, bahkan mendorong orang lain untuk mengikuti Rasulullah, tapi diri mereka sendiri enggan.
Ibnu Abbas, seperti dikutip dari Al-Wahidi, mengisahkan, “Seorang dari mereka berkata kepada keluarganya dan kerabat dekatnya yang Muslim, ‘Tetaplah di atas agamamu dan taatlah pada orang itu (Muhammad), karena apa yang ia bawa adalah benar.’”
Mereka menyuruh, tapi tak mau melakukannya.
As-Suddi juga punya catatan serupa. Bani Israel dulu gemar memerintahkan orang lain bertakwa dan berbuat baik. Sayangnya, perintah itu tidak mereka jalani sendiri. Alhasil, celaan dari Allah pun datang.
Menyelami Makna yang Lebih Dalam
Imam ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan, meski awalnya ditujukan ke kaum Yahudi, pesan ayat ini bersifat universal. Ia berlaku untuk siapa saja yang punya ilmu, terutama ilmu agama, namun abai mengamalkannya. Peringatan yang keras, tapi sangat perlu.
Lalu, apakah ini berarti kita dilarang mengajak kepada kebaikan? Sama sekali tidak. Ibnu Katsir menegaskan poin penting: ayat ini justru menekankan pentingnya keteladanan. Orang yang menyeru kebaikan harus jadi contoh pertama. Tanpa itu, nasihat akan kehilangan gregetnya. Bak pepatah, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” tapi dalam konteks yang positif.
Artikel Terkait
Gemerlap Natal Surabaya: Dekorasi Toleransi yang Hidupkan Ekonomi Kota
UMY Bebaskan Biaya Kuliah dan Beri Santunan untuk Mahasiswa Korban Bencana Sumatera
Power Rangers Antar Makan Bergizi, Ide Unik BGN untuk Semangatkan Siswa
Pelaku Penembakan Brown dan MIT Ditemukan Tewas Bunuh Diri